Tim juru runding kubu Agung Laksono dan kubu Aburizal Bakrie, dari kiri : Yorris Raweyai, Priyo Budi Santoso, MS Hidayat, Andi Matalatta, Syarif Cicip Sutardjo, Theo L Sambuaga, Agun Gunanjar, Freddy Latumahena, berfoto bersama sebelum perundingan islah, di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, 23 Desember 2014. Perundingan antara kubu Agung Laksono dengan kubu Aburizal Bakrie tersebut membahas perdamaian dalam menyelesaikan masalah perselisihan di internal Golkar yang menyebabkan dualisme kepemimpinan.TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Golkar kubu Agung Laksono, Zainuddin Amali, mengatakan keinginan kubunya agar partai keluar dari Koalisi Merah Putih (KMP) memiliki alasan yang kuat. Ketika keluar dari koalisi pendukung Prabowo Subianto itu, kata dia, tak otomatis Golkar bergabung dengan Koalisi Indonesia Hebat (KIH). (Baca: Ical dan Agung Jajaki Islah, Ini Rapat DPP Golkar)
"Keluar dari KMP bukan berarti otomatis masuk KIH. Golkar ini partai besar, bisa berdiri sendiri dan jadi penyeimbang," kata Zainuddin saat dihubungi Tempo, Kamis, 25 Desember 2014. Menurut Zainuddin, sejak awal Golkar berdiri selalu berada dalam posisi mendukung pemerintah.
Kubu Agung pun, ujar Zainuddin, tak ingin Golkar menjadi oposisi pemerintah Presiden Joko Widodo. Kali ini Zainuddin ingin agar Golkar menjadi mitra kritis. "Kita patut mendukung upaya pemerintah yang memang bagus, asal harus bisa mengkritik," katanya. (Baca: Golkar Islah, Priyo: Saya Sudah Bisa Tersenyum)
Selasa lalu, kubu Agung Laksono dan Aburizal Bakrie berunding dalam sebuah kesepakatan islah di kantor DPP Golkar di Slipi, Jakarta Barat. Poin perundingan hanya peta jalan damai atau sebagai penjajakan awal. Mereka belum membahas hal teknis penentuan ketua umum dan pembentukan pengurus.
"Materi dibahas setelah 8 Januari. Kami belum menyentuh sampai sana," kata Zainuddin. Ia mengaku senang dengan kesepakatan awal bahwa seluruh keputusan partai akan diambil secara musyawarah mufakat. (Baca: Kisruh Golkar dan Analogi Senjakalaning Majapahit)
Jika peleburan ketua umum tak juga mencapai kesepakatan, Zainuddin mengatakan tak menutup kemungkinan terjadinya munas islah. "Itu bisa jadi alternatif dan upaya terakhir kalau musyawarah mufakat tetap buntu," katanya.