Sejumlah anggota dewan menyaksikan keadaan meja yang dibalikkan oleh anggota fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dalam Sidang Paripurna ke-7 yang membahas penetapan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 28 Oktober 2014. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Partai pendukung pemerintah menuding pimpinan sidang paripurna alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat melanggar hukum. Alasannya, mereka menolak mengakui Partai Persatuan Pembangunan versi Romahurmuziy yang kepengurusannya sudah disahkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
"Tindakan pimpinan rapat paripurna sudah cacat hukum dan tidak sah sesuai perundang-undangan," kata politikus Partai Kebangkitan Bangsa, Abdul Kadir Karding, seusai sidang paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa, 28 Oktober 2014. (Baca: DPR Janji Dukung Kabinet Jokowi)
Paripurna Dewan berakhir rusuh setelah pimpinan sidang yang diketuai Agus Hermanto dari Partai Demokrat mengakomodasi nama-nama ketua alat kelengkapan PPP versi Suryadharma. Akibatnya, kader partai Ka'bah yang pro-Romahurmuziy berang lantaran menganggap nama-nama tersebut ilegal. Kesal, mereka sempat membanting meja sidang. (Baca: DPR: Kabinet Jokowi Akan Terganjal Anggaran)
Kericuhan ini tak lepas dari perseteruan antarkubu di parlemen, yakni koalisi pro-Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan koalisi pro-Joko Widodo-Jusuf Kalla. Pengurus PPP versi Suryadharma adalah kubu yang mendukung koalisi pro-Prabowo-Hatta. Adapun PPP versi Romahurmuziy masuk dalam kubu Jokowi-JK. Koalisi pro-Prabowo disebut berambisi menguasai seluruh alat kelengkapan Dewan dengan menggaet dukungan dari PPP versi Suryadharma. (Baca: DPR Ingatkan Jokowi Efek Perombakan Kementerian)
Karding menuturkan koalisinya sudah menyusun gugatan hukum bila pimpinan sidang paripurna tetap meloloskan susunan alat kelengkapan PPP versi Suryadharma. Gugatan itu langsung dilayangkan ke penegak hukum bila sidang paripurna berakhir pemungutan suara. "Kami akan berjuang terus untuk menegakkan konsitusi," ujarnya. Ia mengaku koalisinya menginginkan alat kelengkapan berakhir mufakat.
Politikus Partai Gerakan Indonesia Raya, Martin Hutabarat, mengatakan koalisi pro-Prabowo mengikuti keinginan pimpinan sidang yang menganggap PPP versi Suryadharma sah. Soal gugatan, ia menolak memberi komentar. "Saya tidak mau ribut. Silakan tanyakan ke mereka (koalisi pro-pemerintah)." TRI SUHARMAN