UU Pilkada, Seniman Bandung: Itu Sandiwara  

Reporter

Rabu, 1 Oktober 2014 11:54 WIB

Pengunjuk rasa melakukan aksi teaterikal dalam demo menolak UU Pilkada di depan gedung DPRD Malang, Jawa Timur, 29 September 2014. TEMPO/Aris Novia Hidayat

TEMPO.CO, Bandung - Seniman Bandung memprotes pemilihan kepala daerah oleh DPRD yang undang-undangnya belum lama ini disahkan oleh wakil rakyat di Senayan. Aksi walk-out Fraksi Demokrat, yang diikuti rencana ketua umumnya yang hendak menggugat Undang-Undang Pilkada jadi sasaran kecaman.

"Apa pun langkah SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) sekarang, mengeluh atau apa, bagi kami, rakyat tidak bodoh. Kami punya penilaian lain, ini permainan sandiwara," kata Rahmat Jabaril, seniman dari Komunitas Gerbong Bawah Tanah, di sela aksi itu di Bandung, Rabu, 1 Oktober 2014. (Baca juga: SBY Jawab Kemarahan Netizen di @SBYudhoyono)

Protes itu dilakukan lewat aksi teatrikal di depan pintu gerbang Gedung Sate. Tiga orang memainkan peran rakyat yang asyik tertidur dalam selimut, di pangkuan seorang lainnya yang berdandan perlente memakai jas dan peci hitam. Rahmat Jabaril memainkan kain-kain merah, putih, dan biru di belakangnya dan mengakhiri aksi itu dengan mencoret aspal jalan dengan tulisan "No UU Pilkal!". (Baca juga: UU Pilkada, Berikut Dua Saran Jimly ke SBY)

Rahmat menuturkan permainan teatrikal itu menyoroti proses lahirnya Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah di sela rakyat dininabobokan oleh wakil rakyat. Berawal dari langkah politik Koalisi Merah-Putih yang mengusulkan pasal pemilihan kepala daerah tidak langsung, dan pamungkasnya partai biru yang berperan menggolkan undang-undang itu.

Menurut dia, pemilihan kepala daerah tidak langsung itu akan menyebabkan rakyat tidak akan tahu figur pemimpinnya. "Masyarakat juga tidak akan lagi terdidik berdemokrasi," kata Rahmat.

Rahmat mengatakan seniman-seniman di Bandung juga berencana ikut melayangkan uji materi undang-undang itu ke Mahkamah Konstitusi. "Harapannya undang-undang itu ditolak, kemudian tidak bisa diberlakukan," kata dia.

Menurut dia, pembatalan undang-undang itu dan mengembalikan hak rakyat untuk memilih secara langsung kepala daerahnya, merupakan cara untuk mengembalikan demokrasi. "Bahwa proses demokrasi yang ideal itu perlu waktu. Kalau alasannya menolak pemilihan langsung karena biayanya besar, saya pikir tidak begitu. Demokrasi itu perlu proses pendidikan yang panjang agar masyarakat memahaminya," kata Rahmat.

AHMAD FIKRI

Berita lain:
Disegel, Sea World Kehilangan Ribuan Pengunjung
PAN: Jika Terbitkan Perpu, SBY Keblinger
Jokowi: Siapa Bilang Harga BBM Naik November?

Berita terkait

Dana Pengawasan Pilkada 2015 di 27 Daerah Masih Bermasalah  

22 Agustus 2016

Dana Pengawasan Pilkada 2015 di 27 Daerah Masih Bermasalah  

Bawaslu telah meminta Mendagri Tjahjo Kumolo untuk memfasilitasi penyelesaian permasalahan dana hibah pengawasan pilkada 2015.

Baca Selengkapnya

KPU Susun Opsi Verifikasi Dukungan Calon Perseorangan  

12 Juli 2016

KPU Susun Opsi Verifikasi Dukungan Calon Perseorangan  

Hadar bakal meminta bantuan Direktorat Pendudukan dan Catatan Sipil memastikan keberadaan pendukung calon perseorangan.

Baca Selengkapnya

Kajian KPK: Ada Calon yang Hartanya Minus Maju di Pilkada  

29 Juni 2016

Kajian KPK: Ada Calon yang Hartanya Minus Maju di Pilkada  

KPK melakukan penelitian dengan mewawancarai 286 calon yang kalah pada pilkada. Ini temuannya.

Baca Selengkapnya

Pemungutan Suara Ulang Pilkada Kabupaten Muna Diwarnai Keributan  

19 Juni 2016

Pemungutan Suara Ulang Pilkada Kabupaten Muna Diwarnai Keributan  

Polisi mengevakuasi anggota KPUD Muna keluar dari TPS sambil melepaskan tiga tembakan ke udara.

Baca Selengkapnya

Hari Ini Pemungutan Suara Ulang Pilkada Kabupaten Muna  

19 Juni 2016

Hari Ini Pemungutan Suara Ulang Pilkada Kabupaten Muna  

Ini merupakan pemungutan suara ulang yang kedua kali akibat saling gugat dua pasangan calon kepala daerah.

Baca Selengkapnya

Revisi UU Pilkada, Bawaslu Kini Bisa Periksa Politik Uang  

6 Juni 2016

Revisi UU Pilkada, Bawaslu Kini Bisa Periksa Politik Uang  

Bawaslu kini bisa memeriksa kasus politik uang dalam pilkada.

Baca Selengkapnya

Syarat Calon Perorangan Dipersulit, Ini Kata Pendukung Garin  

6 Juni 2016

Syarat Calon Perorangan Dipersulit, Ini Kata Pendukung Garin  

Pendukung Garin menilai seharusnya DPR sebagai wakil rakyat membuat aturan yang lebih bermutu.

Baca Selengkapnya

Disahkannya UU Pilkada Dinilai Memicu Potensi Konflik  

5 Juni 2016

Disahkannya UU Pilkada Dinilai Memicu Potensi Konflik  

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menilai, ada persoalan yang akan terjadi seusai DPR mengesahkan UU Pilkada.

Baca Selengkapnya

Undang-Undang Pilkada Akhirnya Disahkan, Ini Reaksi PKS  

2 Juni 2016

Undang-Undang Pilkada Akhirnya Disahkan, Ini Reaksi PKS  

PKS sebelumnya menilai anggota DPR yang maju ke pilkada tak perlu mundur dari keanggotaan di Dewan, melainkan hanya perlu cuti.

Baca Selengkapnya

DPR Sahkan Undang-Undang Pilkada

2 Juni 2016

DPR Sahkan Undang-Undang Pilkada

DPR akhirnya mengesahkan undang-undang tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota dalam sidang paripurna hari ini.

Baca Selengkapnya