Gubernur DKI Jakarta nonaktif sekaligus presiden RI terpilih 2014-2019 Joko Widodo bersama Wagub DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Balaikota Jakarta, 23 Juli 2014. TEMPO/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tak setuju kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Ahok menyanggah bahwa pemilihan langsung membutuhkan biaya mahal.
“Saya tak keluar banyak uang. Kalau mahal, itu ya karena memang si calon maunya menyogok,” ujar Ahok di Balai Kota, Senin, 8 September 2014. (Baca: RUU Pilkada Kemunduran Demokrasi)
Politikus Partai Gerakan Indonesia Raya itu berpendapat, pemilihan oleh DPRD bakal membuat kepala daerah tersandera. Alih-alih menuruti kehendak rakyat, kepala daerah malah mengikuti segelintir elite politik. (Baca: Pengamat Sebut Alasan RUU Pilkada Harus Ditolak)
Kata Ahok, undang-undang tersebut tak menjamin hubungan kepala daerah dengan DPRD sejalan sepanjang masa pemerintahan. Selain itu, ada kemungkinan anggota Dewan justru menjegal kepala daerahnya jika ada kebijakan yang berlawanan dengan keinginan DPRD.
Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum Kepala Daerah memastikan DPR akan mengesahkan RUU Pilkada pada akhir September 2014. Di dalam rapat pembahasan, hampir semua fraksi dan pemerintah sepakat bahwa pilkada akan dilakukan secara serentak, terlepas dari pemilihan legislatif dan pemilihan umum presiden. (Baca: UU Pilkada Sah, Koalisi Prabowo Borong 31 Gubernur)