4 Lembaga Survei Pemilu Siap Dipanggil Polisi
Editor
Agus baharudin olahraga
Minggu, 13 Juli 2014 05:10 WIB
TEMPO.CO , Jakarta - Direktur Eksekutif Jaringan Suara Indonesia, Widdi Aswindi, menyatakan siap dipanggil kepolisian terkait dengan rilis hasil hitung cepat pemilu presiden yang dilaporkan oleh Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia Jakarta. Meski begitu, dia mengatakan tidak tahu maksud pelaporan tersebut. "Laporannya tiba-tiba begitu, apa tak jadi pertanyaan?" kata Widdi saat dihubungi, Sabtu, 12 Juli 2014.
Widdi mengatakan hasil hitung cepat yang berbeda dengan lembaga survei lainnya merupakan hal lumrah. "Karena begitulah yang kami dapat dari lapangan," kata dia. Dia mengatakan hasil hitung cepat antara lembaga survei satu dan lainnya tak mungkin sama persis.
Meski begitu, Widdi berkukuh telah menggunakan metode yang benar. Dia mengatakan margin of error-nya sebesar plus-minus 1 persen. Untuk sampel, dia agak lupa jumlah persisnya. "Tapi sekitar 1.800 sampai 2.000 tempat pemungutan suara di 34 provinsi," ujar dia.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian dan Pembangunan Strategis, Husin Yazid, juga siap jika dipanggil polisi soal hitung cepat hasil pemiliu presiden lembaganya. Husin juga tidak tahu apa masalahnya hingga lembaga surveinya dilaporkan ke polisi. "Masak cuma karena hasil hitung cepat berbeda?" kata dia. Sebaliknya, Husin akan melaporkan balik jika pelapor terbukti hanya memfitnah.
Adapun pihak Lingkaran Survei Nasional tidak dapat dihubungi. Dua nomor telepon genggam milik Direktur Eksekutif LSN, Umar S. Bakry, tidak aktif. Begitu juga peneliti utama LSN, Dipa Pradipta dan Gema Nusantara, serta pemimpin Indonesia Research Center, Arya Mahendra Sinulingga.
Keempat lembaga survei yang memenangkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dalam hitung cepat hasil pemilu presiden dilaporkan ke polisi oleh Poltak Agustinus Sinaga, Direktur Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia Jakarta. Laporan itu berkaitan dengan dugaan pelanggaran Pasal 55 Undang-Undang No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Poltak menduga hasil hitung cepat empat lembaga itu mengandung kebohongan. Ia sanksi terhadap hasil survei keempat lembaga itu karena metodologi dan sampel yang tidak jelas.
"Mereka harus mengklarifikasi metode survei hitung cepat dan semuanya tetek-bengeknya," kata Poltak. (Baca juga: Hasil Hitung Cepat Beda, IRC Bersedia Diaudit).
Pada kesempatan terpisah, Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Inspektur Jenderal Ronny Franky Sompie, mengatakan pihaknya akan memanggil terlapor. "Tapi, setelah melewati proses penyelidikan," ujar dia saat dihubungi. Selain itu, kata Ronny, pelapor akan dimintai bukti dan keterangan lebih lanjut terkait dengan kasus yang dilaporkannya.
"Jika bukti yang ada memenuhi syarat, kami akan memproses ini sampai tahapan lebih lanjut," ujar Ronny.
AMRI MAHBUB | LINDA TRIANITA