TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut Direktur Utama PT Indoguna Utama Maria Elizabeth Liman selama 4 tahun penjara. Jaksa menilai Maria terbukti menyuap Luthfi Hasan Ishaaq selaku anggota Komisi Pertahanan DPR periode 2009-2014 sekaligus Presiden Partai Keadilan Sejahtera sebesar Rp 1,3 miliar.
"Menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana selama 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan," kata jaksa Irene Putri saat membacakan tuntutannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa, 22 April 2014. (Baca: Dirut PT Indoguna Jadi Tersangka Suap Impor Sapi)
Jaksa menilai Maria terbukti melanggar pidana dalam Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam pertimbangannya, menurut Irene, hal yang memberatkan terdakwa karena tidak mendukung program pemberantasan korupsi dan tidak mengakui perbuatannya. Hal yang meringankan, terdakwa tidak pernah dihukum dan sopan selama persidangan.
Jaksa Herry B.S. Ratna Putra mengatakan penyuapan tersebut dilakukan agar Luthfi menggunakan jabatannya untuk mempengaruhi pejabat Kementerian Pertanian agar memberi persetujuan permohonan penambahan kuota impor daging sapi tahun 2013 yang diajukan Indoguna.
Dia mengatakan permohonan penambahan kuota impor daging sebesar 8.000 atau 10.000 ton ini diajukan lima perusahaan Elizabeth, yakni PT Indoguna Utama, PT Sinar Terang, CV Cahaya Karya Indah, CV Surya Cemerlang Abadi, dan CV Nuansa Guna Utama.
Menurut Herry, Elizabeth tiga kali mengajukan permohonan penambahan kuota itu dan selalu ditolak. Akhirnya, Elizabeth menghubungi Elda Devianne Adiningrat yang menghubungkannya dengan Ahmad Fathanah agar dihubungkan ke Luthfi.
Selanjutnya Fathanah, Elda, dan Luthfi mengadakan pertemuan.
<!--more-->
Fathanah, Elda, dan Luthfi lantas mengadakan pertemuan dengan Elizabeth di restoran Angus Steak House at Chase Plaza, Jakarta Selatan. Elizabeth menjelaskan permasalahannya kepada Luthfi serta meminta bantuan mengurus penambahan kuota impor yang diajukan Indoguna di Kementerian Pertanian.
Luthfi menyanggupi dan mengupayakan untuk mempertemukan Elizabeth dengan Suswono, kader PKS yang juga Menteri Pertanian. Pertemuan tersebut bertepatan dengan safari dakwah PKS di Medan, Sumatera Utara, pada 10 Januari 2013. (Baca: Tiga Petinggi PKS Jadi Saksi untuk Bos Indoguna)
Sebelum berangkat ke Medan, Fathanah meminta Elizabeth memberinya Rp 300 juta melalui Elda untuk membiayai kegiatan PKS. Elizabeth menyetujuinya. Namun Fathanah meminta agar Elda menyimpan duit itu dan baru diserahkan kepada Luthfi ketika sudah di Medan.
Di Medan, Elizabeth bersama Luthfi, Elda, dan Fathanah bertemu Suswono di kamar Luthfi di Hotel Aryaduta. Namun tidak dihasilkan kesepakatan apa pun. Suswono menyatakan data soal kebutuhan daging yang dipaparkan Elizabeth tidak valid.
Akhir Januari, Fathanah kembali menemui Elizabeth dan meminta Rp 1 miliar sebagai uang muka untuk Luthfi dari komisi yang dijanjikan Rp 40 miliar. Elizabeth memerintahkan anaknya, Arya Abdi Effendy alias Dio, menyiapkan duit itu dan diberikan kepada Fathanah keesokan harinya.
Setelah menerima duit tersebut, Fathanah mengadakan pertemuan dengan Maharany Suciyono di Hotel Le Meridien, Jakarta Pusat. Petugas KPK menangkap Fathanah dan menyita duit Rp 990 juta serta Rp 10 juta yang diberikan Fathanah kepada Maharany.
Sehari kemudian, KPK menangkap Luthfi di kantor Dewan Pimpinan Pusat PKS di Jalan T.B. Simatupang, Jakarta Selatan. "Perbuatan Luthfi dalam jabatannya selaku anggota Komisi Pertahanan DPR sekaligus Presiden PKS bersama-sama dengan Ahmad Fathanah maksud tujuannya dalam rangka mendukung kepentingan bisnis terdakwa terkait dengan proses penambahan kuota impor daging sapi tahun 2013, padahal diketahuinya kuota impor daging sudah habis," kata Herry.
Mendengar tuntutan jaksa, Maria dan penasihat hukumnya memutuskan untuk mengajukan pleidoi pada persidangan pekan depan. "Kami akan mengajukan pleidoi pribadi dan pleidoi penasihat hukum," kata Maria.
LINDA TRIANITA