TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Oce Madril, menyarankan Dewan Perwakilan Rakyat mengundang lembaga yang akan menggunakan hasil pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) dan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Menurut dia, DPR bisa mendiskusikan kebutuhan masing-masing lembaga tersebut.
"Mestinya membuka disukusi, partisipasinya dibuka," katanya dalam diskusi ihwal RUU KUHP dan RUU KUHAP di Restoran Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 1 Maret 2014. Dua revisi undang-undang tersebut, kata Oce, nantinya akan digunakan oleh Kepolisian RI, Kejaksaan Agung, KPK, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, dan Badan Narkotika Nasional.
Dia berharap Komisi Hukum DPR tak mengulangi kesalahan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang tak mengundang semua lembaga yang akan menggunakan aturan tersebut. Sebab, meski revisi undang-undang itu dibuat oleh lebih dari 100 pakar, menurut dia, lembaga-lembaga itu tetap perlu dilibatkan. "Sehingga tak ada yang tak tersampaikan," ujarnya.
KPK sebelumnya memprotes isi revisi dua undang-undang tersebut. Alasannya, dua calon aturan itu bisa melemahkan lembaga antirasuah itu. Namun Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin mengatakan KPK pernah dlibatkan dalam proses pembuatan RUU tesebut melalui Chandra M. Hamzah, yang kala itu menjabat Wakil Ketua KPK. Chandra kemudian membantah pernyataan Amir. "Saya tidak tahu dan tidak pernah diundang rapat dengan tim persiapan pembahasan RUU KUHAP," ujarnya.
Adapun Ketua KPK Abraham Samad mengatakan KPK telah menyatakan pendapat melalui surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Dewan Perwakilan Rakyat. "KPK kan sudah berkali-kali memberi masukan melalui surat," ujarnya.
Dalam surat tersebut, KPK mengkritik sejumlah pasal yang berpotensi melemahkan upaya pemberantasan korupsi, seperti hilangnya hak penyelidikan KPK serta sulitnya proses penyadapan oleh KPK. KPK juga meminta supaya pembahasan kedua RUU ditunda hingga terbentuknya Dewan periode berikutnya, 2014-2019.
NUR ALFIYAH
Berita terkait
RUU Papua Barat Daya Disetujui Dibawa ke Pembahasan Tingkat II
13 September 2022
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya telah selesai pada pembahasan tingkat I. #InfoTempo
Baca SelengkapnyaVokalis Seringai Tolak RUU Permusikan: Mengekang Kreativitas
31 Januari 2019
Selain tak diperlukan, vokalis band Seringai, Arian, juga menilai RUU permusikan punya banyak pasal-pasal karet yang mengekang kreativitas.
Baca SelengkapnyaCina Godok RUU Larangan Transfer Teknologi Paksa
28 Desember 2018
Pemerintah Cina telah mengusulkan larangan transfer teknologi paksa dan campur tangan pemerintah secara ilegal dalam operasional perusahaan asing.
Baca SelengkapnyaSenat Lousiana Amerika Setuju RUU Larang Seks dengan Hewan
13 April 2018
Senat negara bagian Louisiana, Amerika Serikat menyetujui RUU larang manusia berhubungan seks dengan hewan.
Baca SelengkapnyaDPR Desak Pemerintah Mengajukan RUU Perlindungan Data Pribadi
10 Maret 2018
Hanafi Rais menyebut ada 32 UU tentang data pribadi namun tidak ada yang membahas khusus mengenai perlindungan data.
Baca SelengkapnyaSri Mulyani Rayu DPR Sahkan RUU AFAS
6 Februari 2018
Menteri Keuangan Sri Mulyani menggelar rapat bersama Komisi Keuangan DPR.
Baca SelengkapnyaMenteri Airlangga: RUU Perkelapasawitan Berisiko Tumpang-Tindih
18 Juli 2017
Draf beleid RUU Perkelapasawitan dinilai tidak memuat kebijakan baru alias
mengatur
hal-hal yang sudah berlaku.
DPR Tetap Lanjutkan Pembahasan RUU Perkelapasawitan, tapi....
18 Juli 2017
Undang-Undang Perkelapasawitan belum dibutuhkan. Pemerintah menilai saat ini tidak terdapat kekosongan hukum yang mengharuskan pembuatan undang-undang baru.
Baca SelengkapnyaJusuf Kalla: Tak Ada Istilah Buntu Bahas RUU
7 Juli 2017
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan tidak ada istilah jalan buntu dalam pembahasan rancangan undang-undang di parlemen.
Baca SelengkapnyaPemerintah dan DPR Akan Susun RUU Sistem Transportasi Terpadu
2 Juli 2017
Jika terdapat UU mengenai sistem transportasi terpadu, pemerintah dan stakeholder terkait lebih leluasa dalam bergerak.
Baca Selengkapnya