Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar (kanan) menjadi saksi dalam sidang terdakwa Chairun Nisa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, (30/1). Chairun Nisa bersama Akil Mochtar dan Hambit Bintih diduga terlibat dalam suap pengurusan sengketa pilkada Gunung Mas Kalimantan Tengah. TEMPO/Dasril Roszandi
TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar akan menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pindana Korupsi sore ini, Kamis, 20 Februari 2014. Adardam Achyar, penasihat hukum Akil, mengatakan kliennya didakwa dengan lima dakwaan sekaligus.
"Ada lima dakwaan, kumulatif," katanya saat dihubungi, Rabu kemarin, 19 Februari 2014.
Dalam dakwaan pertama, Akil dituding melakukan perbuatan yang diatur dalam Pasal 12 huruf c Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal itu menerangkan soal hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa pemberian itu diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.
Akil juga didakwa dengan Pasal 12 huruf e undang-undang yang sama. Pasal ini soal pemerasan oleh penyelenggara negara. Lalu, dakwaan selanjutnya menggunakan Pasal 11 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dia diduga menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa pemberian tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya.
Adapun dakwaan terakhir berisi tudingan pencucian uang. Akil, kata Adardam, dijerat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Ia juga dikenai Pasal 3 ayat 1 huruf a dan c Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Tamsil Sjoekoer, pengacara Akil lainnya, mengatakan kliennya sudah mempelajari isi dakwaan tersebut. Ia sudah mendapatkan berkas itu tersebut sejak Kamis pekan lalu. "Sudah, tinggal nanti didiskusikan bersama tim," katanya.