TEMPO.CO, Jakarta--Indonesia Corruption Watch mencatat sebagian besar vonis koruptor pada tahun 2013 terlalu ringan. Berdasarkan tabulasi ICW dari 1 Januari-31 Desember 2013, rata-rata koruptor dihukum 35 bulan atau 2 tahun 11 bulan penjara.
“Vonis minimal dalam UU Tindak Pidana Korupsi itu sekitar 1-4 tahun, itu sebabnya kami sebut vonis koruptor sepanjang 2013 masih minimal dan belum memberikan efek jera,” kata Peneliti Divisi Hukum dan Monitoring Pengadilan ICW Lalola Easter kepada Tempo, Ahad, 12 Januari 2013. Namun Lalola belum bisa menemukan penjelasan atas maraknya vonis rendah koruptor itu.
Dia menyatakan, butuh penelitian lebih lanjut untuk mengetahui penyebab rendahnya vonis koruptor. “Butuh riset lebih lanjut yang belum kami lakukan dalam penelitian kali ini,” kata Lalola. Dalam penelitiannya, ICW menyebut mayoritas vonis kasus korupsi rendah, atau sekitar 78,64 persen dari 184 kasus. Jumlah itu setara dengan 232 kasus. Jumlah terdakwa yang divonis sepanjang tahun 2013, versi ICW mencapai 295 terdakwa.
ICW juga mencatat adanya penurunan vonis bebas koruptor dari 48 terdakwa, atau 17,2 persen dari 279 terdakwa, menjadi hanya 16 terdakwa atau setara dengan 5 persen dari 295 terdakwa. Menurut ICW, rerata hukuman 2 tahun 11 bulan, belum bisa memberikan efek jera bagi para koruptor. “Pemberian efek jera tidak maksimal karena terdakwa atau terpidana masih dimungkinkan memperoleh remisi setelah sepertiga masa pidana,” ujar Lalola.
Riset yang digelar oleh ICW ini sendiri menggunakan metode pemantauan. Tim peneliti ICW memantau salinan putusan kasus korupsi oleh pengadilan yang sudah diterbitkan dalam laman pengadilan tingkat terendah hingga Mahkamah Agung sebagai sumber primer. Sedangkan, pemberitaan media massa menjadi sumber sekunder penelitian.