TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat hukum dari Universitas Trisakti Andi Hamzah mengaku ada kejanggalan dalam putusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terhadap mantan Direktur Utama Indosat Mega Media (IM2) Indar Atmanto pada 12 Desember 2013. Dalam putusan tersebut, majelis hakim menghukum Indar delapan tahun penjara, atau dua kali lipat dari vonis Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat yang hanya empat tahun penjara.
Menurut dia, secara logika hukum pengadilan tingkat banding seperti Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung tak bisa memutus hukuman lebih berat dari putusan semula di Pengadilan Negeri. Putusan Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung hanya bisa memperkuat putusan Pengadilan Negeri atau mengurangi putusan awal di Pengadilan Negeri.
Menurut Andi, majelis hakim Pengadilan Tinggi melanjutkan kesalahan hakim di Pengadilan Negeri Tipikor saat memvonis Indar. Hakim, kata dia, tak menggubris keterangan saksi dan saksi ahli menanggapi kasus Indar.
"Padahal, saksi ahli menyatakan tak ada pelanggaran, Kemenkominfo juga bilang begitu, tapi jaksa dan hakimnya nyelonong saja," kata dia.
Andi juga berpendapat semangat pemberantasan korupsi di masyarakat membawa dampak bagi para hakim. Juru pengadil seperti takut mendapat sorotan mata masyarakat jika mereka memvonis bebas Indar yang duduk di kursi pesakitan kasus korupsi.
"Hakim seperti memvonis sendiri, demi pandangan baik dan mengejar prestasi sebagai hakim," kata dia. "Hakim tak boleh begini, harus tahu duduk persoalan sebelum memvonis."
Sebelumnya, Indar dihukum 4 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 8 Juli 2013. Ia dianggap bersalah karena menyalahgunakan jaringan 3G atau High Speed Downlink Packet Access (HSDPA) milik PT Indosat Tbk. Ia juga diwajibkan membayar denda kepada negara sebesar Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Selain hukuman itu, majelis hakim yang diketuai oleh Antonius Widijantono itu pun menghukum PT IM2 untuk membayarkan uang pengganti sebesar Rp 1,358 triliun. Jumlah ini merupakan hitungan kerugian negara lantaran PT IM2 tak membayarkan up front fee pada 2006-2012.