Atut Ditahan, Bagaimana Analisis dari Media Sosial
Editor
Alia fathiyah
Sabtu, 28 Desember 2013 13:36 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Istilah "Jumat Keramat" masih kuat dalam benak publik terkait kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi. Saat ditahan pada 20 Desember 2013 lalu, ratusan ribu warga media sosial yang kerap disebut netizen membanjiri dunia maya dengan kata kunci "Jumat Keramat" saat penahanan Gubernur Banten Atut Chosiyah oleh KPK.
Berdasarkan riset tanggal 20-23 Desember 2013 oleh Tempo Political Index, bekerja sama dengan PoliticaWave, sebanyak 175.041 netizen memberikan perhatian lebih terhadap kasus yang melibatkan Dinasti Atut. Mereka memperikan apresiasi kepada KPK lantaran telah menjebloskan Atut ke Rutan Pondok Bambu. Sebagian besar mendukung penahanan itu karena menganggap dinasti politik Banten harus dihancurkan.
Selain "Jumat Keramat", netizen juga banyak yang mencibir kehadiran Jawara, yang dikenal sebagai pendukung Atut. Mereka dinilai hanya sebagai massa bayaran lantaran mendukung tersangka korupsi. Meski begitu, pembicaraan di dunia maya terhadap Jawara masih kalah dibandingkan Rano Karno.
Wakil Gubernur Banten itu mendominasi percakapan dunia maya sehari setelah penangkapan Atut. Netizen menilai Rano sudah seharusnya menjabat sebagai Gubernur Banten pasca-penangkapan itu. Namun tak sedikit pula yang mencibir lantaran dia dianggap tidak memiliki kapabilitas sebagai gubernur. Terlebih dia juga dianggap bagian dari dinasti politik Atut karena merupakan satu paket saat pilkada lalu.
Pada tanggal 22 Desember, atau bertepatan dengan Hari Ibu, netizen juga menyindir Atut dengan menyebutnya sebagai gubernur perempuan pertama yang ditahan oleh KPK. Netizen menyebutkan bahwa kaum perempuan merasa tercoreng dengan ulah Atut. Mereka pun menyebutkan jika penahanan itu merupakan tragedi bagi peringatan Hari Ibu.
Selain itu, netizen juga masih membanjiri media sosial dengan pembicaraan mengenai pembelaan dari keluarga dan Golkar terhadap Atut. Banyak yang tidak setuju dengan pernyataan juru bicara keluarga Atut, Fitron Nur Ikhsan, bahwa penangkapan oleh KPK itu merupakan pengalihan isu Hambalang dan Bank Century. Netizen pun mencibir Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie yang masih mendukung Atut dengan tidak memecatnya. Netizen pun beranggapan bahwa Golkar pro koruptor.
Sedangkan tanggal 23 Desember, banyak netizen yang lebih menyoroti kehidupan Atut setelah menjadi warga baru di Rutan Pondok Bambu. Pembicaraan di media sosial menyoroti bagaimana Atut harus hidup susah di dalam penjara. Terlebih dia harus membagi kamarnya dengan 16 orang sesama tahanan.
Selain itu, netizen juga memberikan perhatian pada hubungan antara Golkar dan PDIP yang memanas setelah Atut ditangkap. Musababnya, sejumlah pihak mulai menggadang-gadang Rano sebagai Banten-1 menggantikan Atut. Bahkan, Golkar menuding PDIP ikut bermain dalam penahanan Ketua DPD Golkar Banten itu oleh KPK. Mereka pun menyambut dingin tawaran bantuan hukum PDIP, meski akhirnya memberikan dukungan kepada Rano untuk memimpin Banten.
Riset itu sendiri dilakukan dengan melakukan pengukuran melalui media sosial, seperti Twitter, Facebook, berita online, maupun forum-forum dunia maya. Hasilnya, 90 persen lebih perhatian itu berasal dari Twitter. Sekitar 110 ribu percakapan itu memberikan sentiment negatif terhadap Atut dan dinasti Banten. Hanya 20 ribu netizen yang memberikan sentiment positif. Sedangkan sisanya sekitar 40 ribu bersuara netral.
Percakapan di Twitter terkait Atut juga tercatat memiliki porsi paling besar selama penelitian tersebut. Tercatat 19,8 persen dari total percakapan di Twitter pada hari itu membicarakan soal Atut dan kasusnya. Netizen yang membahas kasus Atut itu paling banyak berasal dari Jakarta dengan 15 ribu netizen, disusul Jawa Barat sebesar 13 ribu, serta Banten dan Jawa Timur sebanyak 5 ribu pembicaraan.
DIMAS SIREGAR