Tersangka kasus dugaan suap pembangunan PLTU Tarahan Lampung, Emir Moeis. ANTARA/Wahyu Putro A
TEMPO.CO, Jakarta - Tersangka kasus suap proyek PLTU Tarahan, Lampung, Izedrik Emir Moeis, sempat bergurau untuk meminta jatah lebih dalam proyek pembangunan PLTU Tarahan. Dalam dokumen yang diperoleh Tempo, Pirooz Sharafi menyebutkan Emir dengan bergurau bertanya mengapa ia tidak meminta bagian 2 persen untuk mereka berdua. "Saya menjawab bahwa saya sudah setuju dengan komisi satu persen," kata Pirooz dalam dokumen itu.
Dalam dokumen tersebut, Pirooz memang sudah menyetujui untuk menerima komisi tiga persen. Dari jumlah itu, Pirooz membaginya rata untuk dirinya sendiri; Direktur PLN saat itu, Eddie Widiono; dan Emir Moeis. Dana untuk Emir, kata Pirooz, enggan ia transfer langsung. "Saya katakan untuk mentransfernya melalui perusahaan Indonesia," kata Pirooz.
Emir kemudian meminta Pirooz untuk menghubungi anaknya, Armond. "Emir bilang Armond akan membantu saya tentang perusahaan yang akan dijadikan penerima transfer," kata Pirooz. Selanjutnya, Pirooz mentransfer duit tersebut melalui PT Artha Nusantara Utama. Perusahaan tersebut, menurut pemahaman Pirooz, ada keterkaitan dengan anak Emir.
KPK menetapkan Emir sebagai tersangka pada 26 Juli 2012 karena menerima hadiah atau janji terkait proyek ini. Ia diduga menerima uang US$ 300.000 (sekitar Rp 3 miliar). Pada pemeriksaan pertama kali, KPK langsung menahannya.
Politikus PDI Perjuangan itu disangka melanggar Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 12 huruf a dan b atau Pasal 11 atau Pasal 12 b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
PT Alstom Indonesia--perusahaan yang berinduk di Amerika Serikat--memenangkan tender pembangunan PLTU Tarahan. Seorang sumber menyebut korporasi A dari Amerika dan korporasi M dari Jepang sebagai rekanan Emir.