TEMPO Interaktif, Jakarta: Todung Mulya Lubis menengarai kematian Munir memiliki pola yang sama dengan meninggalnya Jaksa Agung Baharuddin Lopa di Arab Saudi, beberapa tahun lalu. ?Meski tidak dikatakan sebagai political assassination, tapi political murder bisa terjadi pada siapa saja yang vokal terhadap pemerintah,? kata Mulya yang bersama-sama dengam Munir mendirikan Kontras. Pernyataan Mulya disampaikan dalam jumpa pers yang diadakan Kontras di Jakarta, Jumat (12/11) siang. Selain Mulya, ikut berbicara pengurus Kontras lainnya seperti Rachland Nashidik dan Usman Hamid, serta istri Munir, Suciwati. Istri Munir memang sudah mendapat informasi hasil otopsi jenazah dari Polri, yang menjelaskan kematian Munir karena racun arsenik. Munir meninggal dalam penerbangan pesawat dari Singapura ke Belanda, pada Oktober 2004. Mulya meminta Polri mengungkap tuntas kasus ini. Dia juga mendesak penyelidikan itu melibatkan Komnas HAM dan civil society lainnya. ?Ini merupakan tanda bahaya bagi Indonesia, karena orang tidak boleh berbeda pendapat dan mengemukaan aspirasi,? katanya. Nama Munir menyembul ke permukaan ketika berhasil mengungkap penculikan aktivis oleh Komando Pasukan Khusus (Kopassus) yang ketika tahun 1998 lalu dipimpin Mayjen Prabowo Subianto. Setelah itu, dia memberi advokasi terhadap korban kekerasan yang dilakukan aparat pemerintah di Aceh dan daerah lain. Terakhir dia membantu korban peristiwa Tanjung Priok membawa kasus ini ke pengadilan. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sudah menyidangkan kasus ini dengan terdakwa antara lain Mayjen (Purn) Pranowo, Mayjen (Purn) Butar-butar, dan Mayjen TNI SriyantoEkoari?Tempo