Sejumlah anggota TNI berjaga di Lapas Klas I Tanjung Gusta Medan yang terbakar akibat kerusuhan, Kamis (11/7). Kerusuhan dipicu lampu padam dan matinya air PDAM di dalam lapas. ANTARA/Irsan Mulyadi
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana mengatakan bahwa banyak masyarakat yang kurang paham mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Pengetatan Remisi.
Menurutnya, PP tersebut hanya ditujukan untuk terpidana kasus korupsi, bandar narkoba, dan terorisme. "Jadi, kalau untuk pemakai tidak termasuk," kata Denny usai konferensi pers mengenai kerusuhan di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta, Jumat, 12 Juli 2013.
Denny menuturkan, alasan utama adanya PP tersebut adalah berhubungan dengan agenda pemerintah yang menitikberatkan pada pemberantasan ketiga jenis tindak pidana tersebut. "Jadi, pelaku ketiga jenis pidana tersebut tidak akan secara mudah diberikan keringanan hukuman".
Disinggung mengenai kemungkinan hal tersebut yang menjadi sebab kerusuhan di LP Tanjung Gusta, Denny mengatakan telah terjadi penyimpangan informasi di lapangan, terutama mengenai narapidana narkotika. "Di LP Tanjung Gusta, ada 1.700 pemakai, namun yang tergolong bandar hanya 64 orang," katanya.
PP Nomor 99 Tahun 2012 merupakan perubahan kedua dari PP Nomor 32 tahun 1999. Pada pasal 34 dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa ada tiga jenis pidana yaitu terorisme, korupsi, serta narkotika yang diperketat dalam pemberian keringanan hukuman.
PP Nomor 99 Tahun 2012 inilah yang disebut-sebut sebagai salah satu yang memicu aksi para narapidana di Tanjung Gusta dan akhirnya membakar LP. Namun, pada konferensi pers, Jumat 12 Juli 2013 disebutkan bahwa salah satu yang mendasari para narapidana melakukan aksi tersebut adalah karena mereka emosi lantaran pasokan listrik dan air macet.