Ketua Umum Pengurus Pusat Muslimat Nahdhatul Ulama (Muslimat NU), Khofifah Indar Parawangsa. TEMPO/Amston Probel
TEMPO.CO, Jember - Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi meminta seluruh pengurus NU dan warga nahdliyin Jawa Timur untuk mendukung Khofifah Indarparawangsa dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur yang berlangsung Agustus mendatang.
"Jawa Timur adalah rumahnya nahdliyin. Maka dukunglah Khofifah sebagai satu-satunya calon gubernur NU. Yang lain Cuma jadi calon wakil gubernur, tidak bisa ambil kebijakan, dan hanya jadi suruhan gubernur," kata Hasyim saat memberikan pengarahan politik dalam acara "Silaturrahmi dan Konsolidasi Pendukung Khofifah" di Aula Madrasah Aliyah Negeri 1 Jember, Ahad siang, 24 Maret 2013.
Menurut Hasyim, dukungan perlu diberikan kepada Khofifah demi kebaikan pemerintahan dan warga Jawa Timur. Apalagi Khofifah sudah membuat komitmen para para kiai NU untuk berkompetisi dengan jujur dalam meraih kursi gubernur Jawa Timur.
Hasyim juga menjelaskan, dalam komitmennya, Khofifah menegaskan tidak akan melakukan kecurangan dan pencurian suara. Selain itu, jika terpilih menjadi gubernur, Khofifah menyatakan kesanggupannya untuk menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tanpa ada korupsi, juga memberikan pelayanan birokrasi yang bersih.
Hasyim menegaskan, Khofifah menyatakan kesanggupannya untuk berkampanye tanpa membawa-bawa nama para kiai NU, termasuk mencantumkan foto para kiai sepuh dalam poster atau reklame. Sebab, cara-cara seperti itu merendahkan martabat para kiai. “Cukup gunakan anak-anak muda yang cerdas dan berani bikin perubahan di Jawa Timur,” ujarnya.
Hasyim optimistis tim pemenangan Khofifah mampu mengikis kecurangan dalam pemilihan gubernur mendatang. "Pada pilgub 2008 terdapat kecurangan sekitar 180 ribu suara. Sudah dipersoalkan, tapi tidak tuntas. Sekarang para pelakunya sudah sadar dan berjanji akan memperbaiki kesalahannya," ucapnya.
Hasyim tak lupa meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) segera melakukan audit keuangan pemerintahan Soekarwo-Saifullah Yusuf. Sebab, setiap calon inkumben cenderung menggunakan dana pemerintah untuk kepentingan politiknya, seperti hibah dan bantuan sosial.
Dua pos anggaran itu, kata Hasyim, sering disalahgunakan. Itu sebabnya perlu dilakukan pengawasan. Jangan sampai anggaran yang seharusnya dicairkan September 2013, tapi sudah dikucurkan lebih awal.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menilai, ada persoalan yang akan terjadi seusai DPR mengesahkan UU Pilkada.