DPR: Dipo Alam Offside

Reporter

Senin, 15 Oktober 2012 21:09 WIB

Sekretaris Kabinet (Seskab) Dipo Alam menjawab pertanyaan wartawan seusai menyerahkan rekaman rapat bailout Bank Century di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin (24/9). ANTARA/Reno Esnir

TEMPO.CO, Jakarta--Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat meminta Dippo Alam menjalan tugas tak keluar dari kewenangan. Sebagai Sekretaris Kabinet, Dippo diminta tak terlalu masuk dalam ranah politik. "Seskab harus lebih fokus dan tidak lagi mengeluarkan pernyataan yang menimbulkan polemik," kata Ketua Komisi, Agun Gunanjar Sudarsa saat dihubungi, Senin, 15 Oktober 2012.

Sikap Dippo yang sering masuk dalam ranah politik sempat dibahas dalam rapat anggaran antara Dippo dan Komisi Pemerintahan sore tadi. Ketegangan muncul saat sejumlah anggota komisi mempertanyakan pengumuman Dippo tentang asal partai pejabat daerah yang terlibat korupsi. Komisi menilai sebagai sekretaris kabinet, Dippo seharusnya tak mengaitkan partai dengan kasus korupsi yang dilakukan sejumlah kepala daerah.

Ketegangan bermula saat Agun meminta Dippo menjelaskan alasan pengumuman itu. Lalu Dippo menjelaskan bahwa pengumuman hanyalan bagian dari tugas dia seperti diperintahkan Presiden. Sebelum pengumuman disampaikan, Dippo bersama stafnya sudah melakukan penelitian terhadap seluruh partai. Tak hanya sembilan partai di parlemen tetapi juga terhadap partai di luar parlemen. Jumlahnya mencapai 21 partai.

Sebelum menyampaikan pengumuman, Dippo juga membuat edaran yang berisi larangan kementerian dan lembaga berkongkalikong dengan DPR dalam menbahas anggaran. Edaran ini kemudian disusul dengan pengumuman 176 izin pemeriksaan yang diberikan Presiden terhadap pemeriksaan kepala daerah yang tersandung korupsi. Dalam pengumuman itu Dippo menyertakan asal partai. "Penyertaan asal partai ini yang kami nilai offside," kata Agun.

Namun Dippo kata Agun tak mau mengakui kalau telah keluar dari tupoksi. Dippo berkeras pengumuman yang disampaikan sudah sesuai dengan tipoksi. "Di sinilah banyak kawan-kawan mempersoalkan sikap Dippo yang tak surut." Geram dengan sikap Dippo, beberapa anggota komisi sempat mengancam tak akan menyetujui anggaran untuk Seskab sampai Dippo meminta maaf.

Setelah debat yang agak alot, Agun melanjutkan, Dippo akhirnya mau menerima untuk lebih berhati-hati dalam bersikap dan mengeluarkan pernyataan pada masa mendatang.

Komisi pun kata Agun akhirnya menerima sikap Dippo dan menyetujui pagu anggaran Seskab untuk tahun anggaran 2013 senilai Rp 213 miliar dan efisiensi belanja perjalanan dinas sebesar Rp 5,9 miliar. "Tapi kami minta Dippo harus lurus, menjalankan tugas sesuai fungsi dan tak boleh lagi offside."

IRA GUSLINA SUFA

Baca juga:
Novel Baswedan Memburu Koruptor hingga ke Dukun

Begini Cara KPK Melindungi Novel

Di Balik Jumat Keramat Ada Komjen Sutarman?

Kasus Novel: Pencuri Walet Disetrum Kemaluannya

Kuningan 3, Trunojoyo 0

Berita terkait

Istri Mendiang PM Shinzo Abe Terima Lukisan Karya SBY dan Dipo Alam

13 Mei 2023

Istri Mendiang PM Shinzo Abe Terima Lukisan Karya SBY dan Dipo Alam

Dipo Alam, mantan Sekretaris Kabinet RI, melukis sosok mendiang PM Shinzo Abe berbusana batik.

Baca Selengkapnya

KPK Arab Saudi Tangkap 241 Orang

16 Maret 2021

KPK Arab Saudi Tangkap 241 Orang

Lembaga Pengawasan dan Antikorupsi Arab Saudi menangkap 241 orang, termasuk pegawai beberapa kementerian, atas dugaan korupsi

Baca Selengkapnya

Dipo Alam Usul ke Sandiaga Uno Ada Nama Jalan Jenderal Nasution

19 April 2018

Dipo Alam Usul ke Sandiaga Uno Ada Nama Jalan Jenderal Nasution

Mantan Mensekab Dipo Alam usul ada nama jalan AH Nasution, Hoegeng dan Ali Sadikin di Jakarta.

Baca Selengkapnya

Kejaksaan Tinggi Riau Periksa 50 Saksi Korupsi Berjamaah APBD Pelalawan

31 Mei 2017

Kejaksaan Tinggi Riau Periksa 50 Saksi Korupsi Berjamaah APBD Pelalawan

Kejaksaan Tinggi Riau tengah mendalami dugaan korupsi berjemaah dana tak terduga pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pelalawan 2012.

Baca Selengkapnya

Korupsi dan Pembubaran Partai

30 Maret 2017

Korupsi dan Pembubaran Partai

Tulisan ini dimaksudkan untuk menanggapi artikel Hifdzil Alim, "Pembubaran Partai" (Kompas, 20 Maret 2017), yang mempunyai argumen mirip dengan artikel Feri Amsari, "Pembubaran Partai Lintah" (Koran Tempo, 1 Mei 2013). Berangkat dari kasus korupsi yang menyerempet fungsionaris dan elite petinggi partai, termasuk yang terakhir adalah e-KTP, kedua penulis berpendapat bahwa korupsi bisa menjadi alasan pembubaran partai. Argumen mereka, partai politik perlu dibuat jera untuk menghindari perampokan uang negara oleh partai. Sebagai pemerhati hukum dan korupsi, tentu nalar hukum, seperti revisi aturan perundang-undangan dan revitalisasi peran Mahkamah Konstitusi, menjadi landasan penting bagi dua penulis tersebut.

Baca Selengkapnya

KPK Tegaskan Tak Butuh Revisi UU Nomor 30 Tahun 2002

17 Maret 2017

KPK Tegaskan Tak Butuh Revisi UU Nomor 30 Tahun 2002

uru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan lembaganya tidak membutuhkan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi

Baca Selengkapnya

Kasus E-KTP, Dua Berkas Setebal 2,6 Meter Dilimpahkan

1 Maret 2017

Kasus E-KTP, Dua Berkas Setebal 2,6 Meter Dilimpahkan

Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menyerahkan dua berkas dugaan korupsi e-KTP kepada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta hari ini.

Baca Selengkapnya

Korupsi, Adik Ipar Raja Spanyol Divonis Bersalah

18 Februari 2017

Korupsi, Adik Ipar Raja Spanyol Divonis Bersalah

Pengadilan Spanyol membebaskan adik Raja Spanyol, Christina de Borbon, dalam kasus yang sama.

Baca Selengkapnya

Dua Guru Besar Nilai Revisi UU KPK Janggal, Ini Sebabnya

11 Februari 2017

Dua Guru Besar Nilai Revisi UU KPK Janggal, Ini Sebabnya

Saldi dan Elwi menilai revisi UU KPK hanya memperlemah kewenangan KPK dalam memberantas korupsi di Tanah Air.

Baca Selengkapnya

Indeks Persepsi Korupsi, KPK: Nangkepin Orang Itu Gak Keren  

11 Februari 2017

Indeks Persepsi Korupsi, KPK: Nangkepin Orang Itu Gak Keren  

Hasil pemeringkatan Indeks Korupsi Indonesia tahun-tahun sebelumnya bisa naik 2 poin, padahal jumlah operasi tangkap
tangan (OTT) lebih sedikit.

Baca Selengkapnya