Kementerian Kaji Wacana Gubernur Tak Berpartai

Reporter

Editor

Bobby Chandra

Sabtu, 8 September 2012 16:58 WIB

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X memberikan keterangan pers setelah menerima naskah UU Keistimewaan DIY di kompleks kantor Gubernur, Kepatihan, Yogyakarta, (4/9/2012). TEMPO/Suryo Wibowo

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Dalam Negeri tengah mengkaji wacana agar kepala daerah, yakni gubernur, bupati, dan wali kota, tidak lagi tergabung dalam partai politik setelah terpilih memimpin sebuah daerah. "Kami lagi mendalami wacana ini," kata Direktur Jenderal Otonomi Daerah, Djoehermansyah, saat dihubungi Tempo, Sabtu, 8 September 2012.

Menurut dia, Kementerian akan mengusulkan wacana tersebut untuk masuk ke dalam Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah jika memang dalam pengkajian disimpulkan bahwa wacana ini baik bagi sistem pemerintahan Indonesia. "Harus ditimbang dulu baik-baik, dikaji matang-matang," ujar Djoehermansyah.

Kendati begitu, Djoehermansyah mengatakan, Kementerian sangat tertarik dengan wacana ini. Soalnya, penerapan wacana ini bakal menjadikan kepala daerah milik semua masyarakat, bukan milik partisan. Tapi, dengan catatan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah harus mendukung secara profesional kepada kepala daerah yang sudah tak berpartai.

"Kalaupun dia bukan ketua partai lagi, tetap mesti didukung secara obyektif demi kepentingan rakyat banyak," ucap Djoehermansyah. Ia menyatakan proses pengkajian dan pendalaman terhadap wacana ini terus dilakukan Kementerian hingga kini. Namun ia menolak berkomentar ihwal selesainya proses pendalaman tersebut.

Djoehermansyah mengatakan wacana kepala daerah yang mesti melepaskan jabatan politik sejauh ini belum terdapat dalam draf RUU Pilkada yang dibahas pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat. Wacana ini berkembang di tengah masyarakat setelah beberapa waktu lalu disahkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY Yogyakarta.

Aturan yang menjadi sorotan terutama Pasal 18 Ayat 1 N yang menyebutkan bahwa gubernur dan wakil gubernur tidak menjadi anggota partai politik. Wacana ini, kata Djoehermansyah, bahkan tidak hanya ditujukan pada kepala daerah, tapi juga jabatan publik lainnya, misalnya presiden dan menteri.

Tujuannya agar para pejabat publik tersebut benar-benar menjadi milik masyarakat, bukan milik partai politik lagi. "Supaya fokus dan konsentrasi mengurus jabatan pemerintahan, sedangkan partai diurus yang lain," ujarnya. Menurut Djoehermansyah, penerapan wacana tersebut menemui persoalan ketika dihadapkan pada sistem pemerintahan di Indonesia.

Sebetulnya, Indonesia menganut sistem presidensial, tapi faktanya berbau parlementer. Yaitu ketika para pejabat publik, seperti presiden atau kepala daerah, membutuhkan banyak dukungan politik di parlemen. "Itu dilema. Kita menganut sistem presidensial, tapi ada nuansa parlementer," kata dia.

Ia menjelaskan, Kementerian akan melihat kasus Yogyakarta dalam penerapan wacana kepala daerah tak berpartai. Pada 9 Oktober, Sri Sultan Hamengku Buwono X akan dilantik menjadi gubernur menyusul disahkannya UU Keistimewaan Yogyakarta. "Apakah DPRD akan mendukung kebijakan Sultan? Saya yakin didukung kalau kebijakannya demi masyarakat," ujar Djoehermansyah.

Ihwal pembahasan RUU Pilkada, Djoehermansyah mengatakan, Kementerian sudah membahasnya dengan Komisi Pemerintahan DPR. Komisi masih harus menggelar rapat dengar pendapat dan studi banding sebelum akhirnya bertemu dengan pemerintah. "Akhir Oktober sudah bertemu dengan kami, dan Desember selesai," ucap dia.

PRIHANDOKO

Berita terkait

Kerja dan Tinggal di Jerman Semakin Mudah dengan Peraturan Baru, Simak Ketentuannya

2 hari lalu

Kerja dan Tinggal di Jerman Semakin Mudah dengan Peraturan Baru, Simak Ketentuannya

Berikut peraturan baru untuk mempermudah proses mencari kerja di Jerman bagi warga negara di luar Uni Eropa.

Baca Selengkapnya

Pendaftaran IPDN Dibuka, Apa Saja Syarat dan Berkas Administrasinya?

23 hari lalu

Pendaftaran IPDN Dibuka, Apa Saja Syarat dan Berkas Administrasinya?

Institut Pemerintahan Dalam Negeri atau IPDN merupakan salah satu perguruan tinggi kedinasan yang banyak diminati selain STAN.

Baca Selengkapnya

Dukcapil DKI Jakarta Akan Nonaktifkan 92. 493 NIK Warga, Begini Cara Cek Status NIK Anda

26 hari lalu

Dukcapil DKI Jakarta Akan Nonaktifkan 92. 493 NIK Warga, Begini Cara Cek Status NIK Anda

Kepala Dinas Dukcapil DKI Jakarta mengajukan penonaktifan terhadap 92.493 NIK warga Jakarta ke Kemendagri pekan ini

Baca Selengkapnya

Irjen Kemendagri Minta Pemda Lakukan Operasi Pasar

13 Maret 2024

Irjen Kemendagri Minta Pemda Lakukan Operasi Pasar

Tomsi Tohir berpesan kepada pemda jangan sampai hingga mendekati perayaan Idulfitri, harga komoditas, khususnya beras, belum terkendali

Baca Selengkapnya

AHY Beri Penghargaan untuk Dirjen Dukcapil

7 Maret 2024

AHY Beri Penghargaan untuk Dirjen Dukcapil

Ditjen Dukcapil menyediakan database kependudukan dalam aplikasi komputerisasi kegiatan pertanahan.

Baca Selengkapnya

Mendagri Ingatkan Peran Dukcapil Sangat Penting untuk Bangsa

28 Februari 2024

Mendagri Ingatkan Peran Dukcapil Sangat Penting untuk Bangsa

Data kependudukan sangat berguna untuk membuat analisis yang detil dalam perencanaan pembangunan

Baca Selengkapnya

Pemda Diminta Koordinasi dengan Bulog Bantu Salurkan Beras SPHP

26 Februari 2024

Pemda Diminta Koordinasi dengan Bulog Bantu Salurkan Beras SPHP

Penyaluran beras SPHP dimaksimalkan sebanyak 200 ribu ton per bulan untuk periode Januari-Maret 2024.

Baca Selengkapnya

Korupsi IPDN, Eks Pejabat Kemendagri Dudy Jocom Dituntut 5 Tahun

22 Februari 2024

Korupsi IPDN, Eks Pejabat Kemendagri Dudy Jocom Dituntut 5 Tahun

Dudy Jocom dituntut 5 tahun penjara dalam kasus korupsi pembangunan tiga kampus IPDN di Riau, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan

Baca Selengkapnya

Stafsus Mendagri Hoiruddin Hasibuan Dikukuhkan Jadi Guru Besar Unissula

7 Februari 2024

Stafsus Mendagri Hoiruddin Hasibuan Dikukuhkan Jadi Guru Besar Unissula

Guru besar memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan kualitas pengabdian kepada bangsa dan negara Indonesia

Baca Selengkapnya

Mahkamah Konstitusi Kabulkan Gugatan Masa Jabatan Kepala Daerah, Kuasa Hukum: Langsung Berlaku

23 Desember 2023

Mahkamah Konstitusi Kabulkan Gugatan Masa Jabatan Kepala Daerah, Kuasa Hukum: Langsung Berlaku

Mahkamah Konstitusi memutuskan kepala daerah yang terpilih pada 2018 dan dilantik pada 2019 tetap menjabat hingga 2024.

Baca Selengkapnya