TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung Republik Indonesia Basrief Arief angkat bicara soal tudingan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) yang menyatakan Kejaksaan Agung merupakan lembaga negara paling rawan korupsi. Basrief legowo mengakui tudingan tersebut. Alasannya, lembaga yang dia pimpin begitu besar dan tersebar di seluruh Tanah Air. Dengan demikian, pengawasan terhadap kinerja jaksa-jaksa dan pegawai-pegawainya cukup sulit.
"Jaksa yang ada di Indonesia ada delapan ribuan, dengan pegawai 15-20 ribu. Kalau dikatakan rawan, saya tak bisa menyanggah," katanya seusai menghadiri peluncuran buku biografi Baharuddin Lopa berjudul Apa dan Siapa Baharuddin Lopa di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan, Senin, 16 Juli 2012.
Meski begitu, Basrief tetap melakukan pembelaan. Menurut dia, dasar yang digunakan Fitra berupa laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2008-2010 dianggapnya sudah kedaluwarsa.
Menurut dia, Kejaksaan sudah melakukan perbaikan pengawasan dan kinerja sejak tahun 2008. Dia memaparkan, pada 2008, Kejaksaan mendapatkan rapor disclaimer atau bermasalah oleh BPK, kemudian tahun 2010 mendapat rapor wajar dengan pengecualian, dan tahun 2011 mendapat rapor wajar tanpa pengecualian dari BPK. "Itu tandanya kami ada perbaikan dari tahun ke tahun, kan," kata Basrief.
Dia pun berjanji akan menjaga rapor Kejaksaan tahun ini agar sama dengan tahun lalu yang mendapat rapor terbaik dari BPK. Bahkan dia pun berjanji akan lebih baik lagi ketimbang tahun lalu.
Sementara saat dikonfirmasi soal masih banyaknya aset koruptor rampasan Kejaksaan yang belum dikembalikan ke negara, ia menanggapi dengan geram. "Sini kasih datanya, nanti akan saya cross-check," katanya.
Kemarin, Fitra mengungkapkan bahwa berdasarkan analisis audit Badan Pemeriksa Keuangan tahun 2008-2010, ditemukan potensi kerugian negara Rp 16,4 triliun akibat tata kelola keuangan yang buruk dan tidak sesuai rekomendasi BPK.
Dari total potensi kerugian itu, sumbangsih paling besar berasal dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia, yakni mencapai Rp 5,4 triliun. "Apabila di-ranking dari angka 1 hingga 10, Kejaksaan Agung Indonesia menempati urutan pertama kementerian atau lembaga negara yang berpotensi terkorup atau merugikan negara," ujar Direktur Riset Sekretariat Nasional Fitra, Maulana.
Maulana menjelaskan potensi kerugian negara sebesar Rp 5,4 triliun di Kejaksaan RI tersebut sedikit-banyak disebabkan kurang tegas dan akuntabelnya tata kelola keuangan di Kejaksaan. Sebagai contoh, banyak uang rampasan dari terpidana korupsi yang tidak kunjung dikembalikan kepada negara, meskipun negara telah dirugikan. "Bahkan ada yang sudah dieksekusi, tapi terhenti di tengah jalan,” katanya.
Mengenai persentase potensi kerugian negara dibandingkan total anggaran Kejaksaan di tahun 2008-2010, Maulana mengatakan, mencapai 75 persen dari total anggaran Kejaksaan. Total anggaran Kejaksaan pada tahun 2008-2010 adalah Rp 7,3 triliun.
INDRA WIJAYA
Berita Terkait:
Kejaksaan Agung Berpotensi sebagai Lembaga Paling Korup
Dirjen Pajak: Whistleblowing System Berjalan Baik
Kepala Pajak Bogor dan Penyuap Resmi Tersangka
Nasib Kepala Pajak Bogor Diputuskan Hari Ini
Hotasi Nababan Tuding Jaksa Paksakan Kasusnya
SP Merpati Bersyukur Direktur Teknik Mundur