Penggunaan Media Baru Belum Optimal di Asia Tenggara

Reporter

Editor

Rabu, 9 Februari 2011 21:20 WIB

Facebook-Twitter
TEMPO Interaktif, Jakarta - Jika facebook dan twitter di Mesir dan Indonesia mampu menggerakkan massa, namun itu belum berlaku di beberapa negara Asia Tenggara lainnya. Kontrol pemerintah pun masih cukup kuat membelenggu media baru ini.

Pengamat web politik sosial Singapura Alex Au Waipang mengatakan, masyarakat Singapura tak terlalu banyak menggunakan jejaring sosial twitter untuk mengekspresikan kebebasan berpendapat mereka. Penggunaannya memang hanya untuk bersosialisasi.

"Kebanyakan isinya paling tentang keju terbaru yang paling enak, apa yang sedang in, atau gambar remaja yang sedang berciuman di bus," ujar Alex dalam acara Diskusi dan Workshop tentang Kebebasan Berekspresi di Hotel Santika, Jakarta, Rabu (9/2).

Sedangkan penggunaan blog juga tak terlalu banyak mengubah masyarakat. Hanya terdapat beberapa blog yang isinya lebih memberi warna yang berbeda yakni Temasek Review dan The Online Citizen. Menurut Alex, Pemerintah Singapura mengontrol penggunaan internet cukup ketat.
Alex mengatakan kondisi di Singapura saat ini tidak ada kebutuhan atau 'kelaparan' berita besar untuk menjadi berita alternatif dan tidak ada frustasi besar terhadap kondisi sosial politik.

Berbeda di Singapura, penggunaan facebook dan twitter diakui cukup ampuh sebagai media baru di Indonesia. Ketua AJI Indonesia Nezar Patria menjabarkan beberapa kasus yang jadi gerakan sosial berkat dorongan media jejaring sosial itu.

Dia mencontohkan kasus Prita Mulyasari yang kemudian berhasil di advokasi dengan gerakan Facebook dan Koin untuk Prita. Ada pula kasus Cicak vs Buaya yang melampaui satu juta pendukung dan Indonesia Unite untuk mendukung Indonesia melawan serangan terorisme.

Selain pemakaian jejaring sosial, platform media di Indonesia juga berkembang ke media online.
Di Thailand, penggunaan media baru, internet, masih butuh reformasi. Wakil Ketua Advokasi Media dan Kampanye Reformasi Media Populer Thailand Supinya Klangnarong mengatakan, sebelumnya masyarakat Thailand masih sulit untuk mengekspresikan pendapat. Terutama untuk membicarakan keluarga kerajaan.
Namun saat ini sudah mulai melonggar. Dia juga mengatakan, online sebagai media baru dinilai merusak pemerintah. "Jadi musuh negara," ujar Supinya.

Supinya juga mengatakan, Thailand saat ini masih di persimpangan dan masyarakatnya secara idelogis masih terpolarisasi. Karena itu Pemerintah Thailand harus memutuskan ketentuan untuk penggunaan dan media baru. Thailand bisa meniru model pemerintah Cina atau meniru pemerintah dan media barat. "Sekarang ini peluang untuk bertransformasi" ujarnya.

DIAN YULIASTUTI

Berita terkait

Nany Afrida dan Bayu Wardhana Terpilih Jadi Ketua dan Sekjen AJI Periode 2024-2027

2 hari lalu

Nany Afrida dan Bayu Wardhana Terpilih Jadi Ketua dan Sekjen AJI Periode 2024-2027

Nany Afrida dan Bayu Wardhana terpilih menjadi Ketua dan Sekjen AJI yang baru dalam Kongres XII AJI.

Baca Selengkapnya

Top 3 Tekno: Kenaikan UKT, Proyek Google untuk Israel, Polusi Udara dan Cina

3 hari lalu

Top 3 Tekno: Kenaikan UKT, Proyek Google untuk Israel, Polusi Udara dan Cina

Berita tentang kenaikan UKT di ITB masih mengisi Top 3 Tekno Berita Terkini.

Baca Selengkapnya

7 Tahun Berdiri, AMSI Dorong Ekosistem Media Digital yang Sehat

6 hari lalu

7 Tahun Berdiri, AMSI Dorong Ekosistem Media Digital yang Sehat

Selama tujuh tahun terakhir, AMSI telah melahirkan sejumlah inovasi untuk membangun ekosistem media digital yang sehat dan berkualitas di Indonesia.

Baca Selengkapnya

AJI Gelar Indonesia Fact Checking Summit dan Press Freedom Conference

6 hari lalu

AJI Gelar Indonesia Fact Checking Summit dan Press Freedom Conference

AJI menilai kedua acara ini jadi momentum awal bagi jurnalis di Indonesia dan regional untuk mempererat solidaritas.

Baca Selengkapnya

3 Anggota TNI AL di Halmahera Selatan Lakukan Penganiayaan Jurnalis, Begini Kecaman dari Dewan Pers, AJI, dan KontraS

35 hari lalu

3 Anggota TNI AL di Halmahera Selatan Lakukan Penganiayaan Jurnalis, Begini Kecaman dari Dewan Pers, AJI, dan KontraS

Penganiayaan jurnalis oleh 3 anggota TNI AL terjadi di Halmahera Selatan. Ini respons Dewan Pers, AJI, dan KontraS. Apa yang ditulis Sukadi?

Baca Selengkapnya

AJI Ternate Kecam Penganiayaan terhadap Jurnalis di Bacan

40 hari lalu

AJI Ternate Kecam Penganiayaan terhadap Jurnalis di Bacan

Kekerasan yang dilakukan anggota TNI Angkatan Laut itu merupakan bentuk penghalangan terhadap kerja jurnalistik yang tidak sepatutnya terjadi.

Baca Selengkapnya

Indeks Keselamatan Jurnalis 2023: Ormas dan Polisi Paling Berpotensi Lakukan Kekerasan

40 hari lalu

Indeks Keselamatan Jurnalis 2023: Ormas dan Polisi Paling Berpotensi Lakukan Kekerasan

Ormas dan kepolisian dianggap paling berpotensi melakukan kekerasan terhadap jurnalis.

Baca Selengkapnya

Dewan Pers Tak Masukkan Perusahaan Pers dalam Komite Publisher Rights, Ini Alasannya

5 Maret 2024

Dewan Pers Tak Masukkan Perusahaan Pers dalam Komite Publisher Rights, Ini Alasannya

Komite Publisher Rights bertugas menyelesaikan sengketa antara perusahaan pers dan perusahaan platform digital.

Baca Selengkapnya

Dewan Pers Bentuk Tim Seleksi Komite Publisher Rights

5 Maret 2024

Dewan Pers Bentuk Tim Seleksi Komite Publisher Rights

Ninik mengatakan, Komite Publisher Rights penting untuk menjaga dan meningkatkan kualitas jurnalistik.

Baca Selengkapnya

Ekonom Sebut Penerapan Perpres Publisher Rights Harus dengan Prinsip Keadilan

23 Februari 2024

Ekonom Sebut Penerapan Perpres Publisher Rights Harus dengan Prinsip Keadilan

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan Perpres Publisher Rights mesti diterapkan dengan prinsip keadilan.

Baca Selengkapnya