Kebijakan-kebijakan tersebut secara nyata menyebabkan kaum minoritas dan golongan yang lemah terlanggar hak asasinya. Kebijakan di daerah, Usman menjelaskan, harus ada kesatuan dengan kebijakan pemerintah pusat. Begitu pula sebaliknya. Ia mencontohkan Peraturan Presiden tentang Papua yang isinya tentangan pengaturan ekonomi di Papua. "Tidak ada salahnya dengan ekoomi, tapi untuk daerah konflik perlu ada pendekatan politik dan budaya," jelasnya.
Wakil Koordinator Federasi Kontras Papua Olga Hamadi mengakui tak ada itikad baik dari pemerintah daerah Papua untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat. "Pendekatan kasus-kasus kekerasan selalui lewat jalur hukum," urainya. Pemerintah daerah, Ia mencontohkan, memilih menyelesaikan kasus perang suku secara hukum. Situasi ini tidak akan menyelesaikan masalah karena tak melihat akarnya.
Perwakilan Federasi Kontras Sumatera Utara Rizal menuturkan aparat berkongsi dengan penguasa menggunakan kebijakannya untuk menekan masyarakat. "Mereka gunakan untuk menguasai kebun dan tanah untuk perumahan," ungkapnya
Di Aceh, tutur perwakilan Federasi Kontras Aceh Hendra Fadli, penerapan syariat Islam kerap dimanfaatkan masyarakat untuk saling menghakimi. "Siapapun bisa menggerebek, bisa menyeret orang karena melanggar syariat," jelasnya. Ia menilai ada pembiaran Pemerintah Daerah terhadap dampak kekerasan atas nama syariah.
Dari Sulawesi, Perwakilan Kontras Sulawesi Andi mengemukakan selama tiga tahun terakhir terjadi peningkatan ekskalasi konflik agraria. Polisi bersama kelompok yang diorganisir pengusaha bertindak semena-mena dalam penguasaan lahan. Bahkan aparat (polisi dan pemerintah daerah), Ia menambahkan, tak mematuhi rekomendasi surat dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia tentang permasalah agraria di Sulawesi. "Tak ada komitmen pemerintah daerah dalam penegakan HAM di daerah-daerah," ucapnya
DIANING SARI