Menurut Kepala Bagian Perekonomian Pemerintah kabupaten Bondowoso, Dwi Wardana, ratusan dusun itu tersebar di 23 kecamatan. Yang paling banyak berada di kecamatan-kecamatan pinggiran, seperti Kecamatan Cerme, Botolinggo, Sempol, Taman Krocok, Wringin, dan Kecamatan Pakem. Di kabupaten itu seluruhnya terdapat 1.003 dusun.
"Bahkan, di antara ratusan dusun itu, sebanyak 52 dusun dipastikan tak akan pernah mendapat pasokan listrik karena tingkat persebaran rumah penduduk jarang dan jaraknya berjauhan," katanya, Selasa (9/3).
Menurut dia, alasan utama PLN belum mau memasang listrik karena biaya pengadaan dan pemasangan tiang dan sambungan listrik ke masing-masing rumah memerlukan biaya cukup besar. Satu-satunya alternatif, tambah Dwi, hanya dengan cara memanfaatkan sumber daya yang ada di wilayah tersebut. "Diupayakan membuat energi alternatif sebagai pembangkit listrik, misalnya pusat listrik tenaga mikro hidro (PLTMH), tenaga surya, atau dengan teknologi terapan lainnya," ujarnya.
Untuk keperluan penerangan, warga hanya bergantung pada lampu teplok atau petromak yang berbahan bakar minyak tanah. "Sementara minyak tanah makin hari makin dikurangi akibat program konversi, atau kalaupun ada harganya meningkat,'” ucapnya.
Sejauh ini, upaya menggunakan energi alternatif juga terkendala sumberdaya manusia dan dana. "Jadi perlu bantuan pihak lain," kata Bupati Bondowoso Amin Said Husni.
Pekan lalu, PT Pembangkit Jawa-Bali (PJB) bersama Pemkab Bondowoso memberikan bantuan berupa 10 unit alat pengolahan kotoran sapi menjadi biogas. Dengan pengolahan teknologi tepat guna seperti ini, masyarakat dapat memanfaatkan kotoran sapi yang selama ini dibuang begitu saja untuk energi listrik. MAHBUB DJUNAIDY.