MUI Urus Etika Politik, Bukan Politik Praktis

Reporter

Editor

Minggu, 1 Februari 2009 12:11 WIB

TEMPO/Arnold Simanjutak

TEMPO Interaktif, Jakarta: Majelis Ulama Indonesia bisa jadi teman para pegiat antitembakau akhir-akhir ini. Fatwanya tentang merokok yang haram dan makruh membantu para pegiat mensosialisasi bahaya merokok. Sebaliknya untuk para calon pemilih dalam Pemilu 2009 yang kecewa terhadap pemerintah dan wakil rakyat sekarang. Fatwa MUI yang mengharamkan golput--orang yang memiliki hak pilih tapi tidak mau memilih--dianggap justru memperburuk kondisi politik Tanah Air.

Anggapan itu dibantah Ketua Majelis Ulama Indonesia yang membidangi fatwa, KH Ma'ruf Amin. Menurut dia, semangat majelis sebenarnya sama dengan para pegiat itu. "Cuma, kami kan tidak bisa bilang, 'Jangan pilih politikus busuk.' Itu bukan bahasa ulama," ujarnya di kantor pusat MUI, Kamis (29/1). Berikut ini petikan perbincangan Dody Hidayat, Yophiandi, dan fotografer Arnold Simanjuntak dari Tempo dengan pria kelahiran 65 tahun lalu ini.

Setidaknya ada dua fatwa spektakuler yang dibuat Majelis Ulama Indonesia: golput dan merokok. Bagaimana pembahasannya?
Jadi saat itu (dalam Ijtima' Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia III di Padang Panjang, Sumatera Barat) ada 24 keputusan dari masalah publik yang dibahas dalam tiga komisi dan satu subkomisi. Masalahnya ada 24, tapi yang menarik masyarakat memang golput dan merokok, tampaknya.

Kenapa waktu pengeluaran fatwa ini bersamaan?
Karena memang acara tiga tahunan itu membahas masalah-masalah yang dihimpun dari pertanyaan masyarakat. Ada tiga agenda besar yang dibahas. Pertama, masalah-masalah kebangsaan dan kenegaraan (asasiyah wathaniyah), kedua, soal fikih kontemporer (fiqiyah muashirah), dan yang ketiga menyangkut masalah hukum dan perundangan-undangan (qanuniyah).

Berarti MUI yang aktif...?
Iya, menghimpun pertanyaan masyarakat. Kami seleksi mana yang pantas jadi agenda pembahasan. Yang ringan-ringan saja dilewatkan dulu. Hitung-hitung, ternyata ada 24 masalah. Pesertanya waktu itu 700-an, dari Komisi Fatwa seluruh Indonesia, ormas Islam tingkat pusat, perguruan tinggi dari fakultas syariah. Mereka berdebat untuk memutuskan masalah.

Kalau masalah golput, apa yang dibahas?
Komisi kan menghimpun, masyarakat minta guidelines, bagaimana pandangan MUI. Nah, saat di forum, kami memutuskan tidak menggunakan istilah golput, karena istilahnya banyak. Nanti jadi debatable. Kami pakai istilah memilih pemimpin dan tidak memilih pemimpin. Jadi ada tiga hal penting. Pertama, memilih pemimpin itu hukumnya apa. Kami sepakati hukumnya wajib, walau ada perdebatan. Kedua, wajib memilih pemimpin yang beriman, bertakwa, amanah, cerdas, dan memperjuangkan aspirasi umat Islam. Ketiga, kalau memilih yang tidak seperti itu, atau tidak memilih padahal ada pemimpin seperti itu, hukumnya haram.

Pemimpin di sini maksudnya presiden?
Ya, presiden dan wakil-wakil masyarakat, DPR. Termasuk juga kepala-kepala daerah.

Berapa lama waktu untuk menghimpun masukan dari masyarakat?
Kalau golput tidak lama, dua-tiga bulan. Ada prediksi bahwa sesuai dengan perkembangan masyarakat, jumlah golput akan meningkat. Kami kaji, apakah ini masuk ijtima' ulama. Oh, ini layak karena masalah nasional. Lalu dalam kaitan apa kami membuat keputusan. Dalam rangka memberikan guidance (pedoman, tuntunan) bagi masyarakat.

Ini bukan berarti MUI masuk ranah politik?
Ini juga ditanyakan banyak orang. Saya bilang, yang dimasuki MUI adalah ranah etika politik, bukan politik praktis. Yang tidak boleh itu politik praktis. Kami juga memberikan kriteria pemimpin itu mesti seperti apa. Karena ini kewajiban, jangan sampai umat tidak memilih. Kalau tidak memilih, padahal pemimpin seperti itu ada, jadinya yang jelek yang terpilih. (Artinya) kan dia jadi membiarkan pemimpin yang jelek terpilih. Dia berdosa.

MUI yakin saat ini masih ada pemimpin yang baik?
Ya, tentu. Walau kriteria kami itu minimal. Karena yang optimal kan sulit, mungkin jarang. Tapi kalau minimal banyak.

Minimal itu yang seperti apa?
Amanah, bertakwa, jujur, dia memperjuangkan aspirasi umat Islam. Ini yang minimal mesti ada. Supaya umat Islam punya pedoman untuk memilih.

Bagaimana kalau misalnya saya tahu calon-calon yang ada itu tidak memenuhi kriteria tersebut, maka saya tidak memilih, jadi bagaimana hukumnya?
Kalau dari keputusan tersebut, yang haram itu kalau ada yang memenuhi syarat. Kalau tidak ada, logikanya ya tidak (haram). Tapi dari sekian ribu (orang), masak tidak ada (yang masuk kriteria)? Jangan-jangan cara kita melihatnya saja. Kacamata kita ini tidak obyektif, sudah dipengaruhi kelompok yang tidak suka pemerintah. Jangan-jangan pakai kacamata hitam, jadi semua kelihatan hitam. MUI percaya tidak ada kondisi seperti itu.

Kalau kita memilih, tapi kemudian orang itu ternyata nggak bener, bagaimana?
Ya, tidak apa-apa. Kan perubahan diketahui setelahnya. Yang penting saat memilih kita tahu betul orang itu sesuai dengan kriteria tersebut. Kecuali kita memilihnya karena dikasih duit, itu dosa. Maksud MUI, ya, supaya jangan ada money politics.

Golput muncul karena orang tidak percaya ada pemimpin yang bagus. Mereka punya pengalaman dengan pemimpin yang ternyata tidak amanah, jadi buat apa memilih?
Kalau kami, ulama berpendapat, ada pemerintahan itu lebih baik daripada tidak ada pemerintahan, sekalipun pemerintahan itu kurang baik. Itu dalilnya. Faudho, kekosongan pemerintahan, atau chaos itu tidak baik. Karena itu, ada pemerintahan yang tidak baik masih lebih baik. Walaupun kita tetapkan idealisasi pemerintah yang terbaik. Kedua, kalau tidak bisa memilih yang terbaik, pilih yang baik. Kemudian, kalau tidak ada yang baik, (pilih) yang paling sedikit jeleknya. Sambil terus melakukan perbaikan dalam sistem. Karena itu, perlu guidance. Kita kan punya kesepakatan nasional bahwa demokrasi itu ya melalui pemilu. Tentu, ulama pun tidak puas. Tapi ini kesepakatan. Karena itu, kami perlu memperbaiki, tidak asal memilih, tidak money politics. Ini bahasa kasarnya, "Jangan pilih politikus busuk." Tapi ini kan bukan bahasanya ulama. Ulama tidak setuju menggeneralisasi semua jelek.

Masyarakat membaca, dengan fatwa ini, politikus busuk diuntungkan?
Lho, yang dipilih kan bukan yang busuk. Makanya diteliti dulu. Karena yang diinginkan kan yang jujur, amanah. Justru itu membunuh politikus busuk.

Apakah ada periodesasi dalam pembahasan untuk mengeluarkan fatwa?
Kalau yang kemarin (24 keputusan di Padang Panjang, Sumatera Barat) itu (kegiatan rutin) tiga tahun sekali, ijtima' ulama. Ada juga yang tahunan dalam rapat kerja nasional atau forum kecil yang mingguan.

Kalau rokok, bagaimana? Kan sudah lama perdebatannya....
Memang rokok itu sudah lebih dari satu tahun perdebatannya, dan ini finalisasinya. Dulu kami berpikir belum waktunya menyikapi. Karena pendapatnya masih terlalu variatif. Kami undang yang pro dan kontra.

Apakah dipicu oleh keluarnya peraturan daerah tentang rokok?
Bukan. Ini dari perdebatan masyarakat, laporan WHO, dan pihak lain, petani rokok. Kami undang dari berbagai pihak, panggil ulama yang berbeda, jaraknya diperpendek. Pendapat-pendapat dikristalkan. Sampai tinggal dua pendapat haram dan makruh, dijadikan agenda untuk ijtima'. Saat di sana keduanya memang tidak bisa disatukan. Artinya, khilaf antara yang mengharamkan dan memakruhkan. Kecuali untuk beberapa hal, ini mutlak haram dan semua sepakat. Pertama, merokok di depan umum. Kedua, perempuan hamil, karena ada janin yang mesti dijaga. Ketiga, anak kecil, haram buat orang tuanya yang membiarkan anak-anaknya merokok. Selain bahaya untuk kesehatan, juga ekonomi.

Tidak ada voting dalam membuat kesimpulan?
Tidak. Mekanismenya aklamasi, adu pendapat, mana yang kuat. Dianalisis, ditawarkan. Biasanya selesai, pas rokok tidak selesai. Karena itu, dua-duanya diakomodasi. Dari ke-24 masalah pun, semua aklamasi, kecuali rokok itu.

Perdebatannya keras, tampaknya, sampai satu tahun?
Iya. Di komisi tidak selesai, akhirnya dibawa ke pleno. Saya yang memimpin. Saya tanya, tidak ada kesepakatan. Akhirnya saya tawarkan, ini kita tunda atau diputuskan khilaf. Ya, semua sepakat memilih khilaf.

Tidak khawatir MUI kredibilitasnya menurun, karena tidak solid?

O, tidak. Karena masyarakat mengambil pendapat yang mana? Minimal makruh, kan? Ulama sudah makruh, jadi apa yang dipersoalkan? Mungkin mereka tidak tahu ada pendapat makruh karena yang muncul di media hanya menyebutkan merokok itu haram. Media kan maunya seperti itu, biar jadi polemik. Tapi kami juga senang, jadi ada dinamika.

Soal yoga, bukankah itu olahraga baik buat tubuh?

Ini ada pertanyaan masyarakat, terutama setelah Malaysia mengharamkan yoga. Atas dasar itu, MUI melakukan investigasi. Beda memang, karena kami harus tahu dulu yoga seperti apa. Setelah diselidiki, yoga ada tiga macam. Yang pertama yang menyatu dengan ritual, ada mantra-mantra yang menyatu dengan agama, Hindu. Makanya ini haram, karena ada syirik, penyekutuan Tuhan. Kedua, yoga yang campuran bermacam agama, ini pun syirik. Ketiga, yang hanya gerakan olahraga tanpa mantra-mantra, ini dibolehkan.

Kenapa yang ini perlu investigasi?
Ya, karena ini memang perlu diketahui dulu. Kalau tidak jelas, nanti ngawur. Tapi kalau rokok, informasi dari stakeholder, industri rokok, petani tembakau, WHO, dan kelompok antirokok. Data-data kami himpun semua, dipelajari, sehingga sepakat, ini memang berbahaya. Cuma berbeda tingkat larangannya, ada yang cuma dibenci (makruh), ada yang dilarang (haram). Di tempat yang banyak pabrik rokok, petani tembakau, mintanya dimakruhkan saja, jangan sampai diharamkan. Beberapa pihak minta diharamkan karena, walau ada manfaatnya, mudaratnya lebih banyak.

Fatwa ini kan mengikuti perkembangan masyarakat, artinya suatu saat merokok itu haram mutlak bisa, dong?
O, bisa. Makruhnya jadi haram total karena bahayanya lebih besar. Petani tembakau bisa berusaha lain, diusahakan pemerintah. Sehingga hal-hal yang menyebabkan kerugian yang diderita kan hilang, yang ada cuma bahayanya. Sehingga yang ada cuma haram saja.

Ngomong-ngomong, Anda merokok?

Nggak. Sudah lama tidak. Zaman masih muda, dulu teman-teman merokok, saya ikut. Dan dulu belum ada wacana, belum ada fatwa. Sebelumnya kan merokok itu mubah. Tapi, ketika ada bahaya yang muncul, ya, perlu dipertimbangkan lagi. Sekarang bahayanya besar, sudah dilarang, ulama sudah mulai bilang ini haram. Tapi sebagian masih makruh.

Kalau fatwa soal korupsi kok tidak terdengar, ya?
Sudah. Sejak delapan tahun lalu. Memang fatwa MUI waktu itu tidak tersosialisasi, seperti lima tahun belakangan. Sebab, kami mengangkat isu yang menjadi masalah masyarakat. Waktu itu di rakernas (Rapat Kerja Nasional MUI Ke-6, Juli 2000), suap (risywah) dan korupsi (ghulul) itu sudah masuk. Haram mutlak! Kami sudah duluan sebelum wacana pemberantasan korupsi marak.

Pekan lalu Transparency International merilis surveinya, salah satunya, 10 persen masyarakat mengaku pernah menyuap untuk mendapatkan sertifikasi halal....
Untuk mendapat sertifikasi tidak menyuap, tapi memberikan biaya audit. Bagi perusahaan yang mampu, membayar biayanya. Bukan menyuap. Bagi yang kecil, tidak ditarik biaya. Jadi apanya yang disuap? Proses suap itu susah. Ketika diaudit, kan mesti dilaporkan LP POM kepada Komisi Fatwa. Kalau meragukan, ya, ditolak. Bagaimana dia menyuap.

Ketika mengeluarkan fatwa, menurut Anda, apa yang dijalankan?
Sebagai orang yang memikul tanggung jawab, dakwah itu tidak sekadar mengajar. Kami memberi guidance, hukumnya apa. Ini hukumnya, beritahukan dulu intinya, baru diajak. Ekonomi syariah juga begitu. Saya keluarkan dulu fatwa bunga haram. Korupsi juga begitu, jangan korupsi. Kalau orang kasih (larangan) dulu, kan dia takut dulu. Jadi shock therapy-nya mesti ada. Al-Quran juga begitu, ada ancamannya, baru diajak. Fatwa dan dakwah itu bukan hal yang dibedakan, mesti ada dua-duanya.

Biodata

Lahir: Tangerang, 11 Maret 1943
Istri: Hj Huriyah, dengan tujuh anak

Advertising
Advertising

Pendidikan:
Fakultas Ushuluddin Universitas Ibnu Chaldun (1967)

Karier:
- Rois Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (2004-sekarang)
- Mustasyar Dewan Pimpinan Pusat Partai Kebangkitan Bangsa (2000-sekarang)
- Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (2007-sekarang)
- Ketua Tim Pengawalan RUU Anti-Pornografi dan Pornoaksi (2006-sekarang)
- Ketua Tim Penanggulangan Terorisme (2006-sekarang)
- Ketua MUI (2005-sekarang)
- Anggota Badan Pertimbangan Kesehatan dan Syara' Departemen Kesehatan (2003-sekarang)

Berita terkait

YKMI: Ramadan Momentum Kuatkan Aksi Boikot Produk Israel dan yang Terafiliasi

54 hari lalu

YKMI: Ramadan Momentum Kuatkan Aksi Boikot Produk Israel dan yang Terafiliasi

Fatwa MUI menyatakan wajib hukumnya bagi umat Islam membantu perjuangan kemerdekaan Palestina, termasuk lewat donasi, zakat, infak atau sedekah

Baca Selengkapnya

Fatwa MUI Boikot Produk Israel Berlaku hingga Palestina Merdeka

54 hari lalu

Fatwa MUI Boikot Produk Israel Berlaku hingga Palestina Merdeka

Boikot bisa memperlemah kekuatan ekonomi Israel supaya berhenti menyerang Palestina.

Baca Selengkapnya

Pemilu 2024: Dampak Pemungutan Suara Ulang

18 Februari 2024

Pemilu 2024: Dampak Pemungutan Suara Ulang

Selain memastikan Pemilu 2024 berlangsung jujur dan adil, namun pemungutan suara ulang ternyata juga memiliki dampak negatif. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Tak Ingin Golput di Pemilu 2024, Tantri Kotak Akui Masih Galau Tentukan Pilihan

10 Februari 2024

Tak Ingin Golput di Pemilu 2024, Tantri Kotak Akui Masih Galau Tentukan Pilihan

Tantri Kotak mengaku masih galau mentenukan pilihan tapi juga tak ingin golput dalam Pemilu 2024

Baca Selengkapnya

Ternyata Mengajak Golput Bisa Dijatuhi Sanksi Pidana, Begini Aturannya

9 Februari 2024

Ternyata Mengajak Golput Bisa Dijatuhi Sanksi Pidana, Begini Aturannya

Menjadi golput alias tak gunakan hak pilih dalam Pemilu merupakan hak politik warga negara Indonesia. Tapi, sanksi pidana bagi mereka mengajak golput.

Baca Selengkapnya

Golput Pernah Jadi Sebuah Gerakan, Berikut 6 Kerugian Tak Gunakan Hak Pilih Saat Pemilu

9 Februari 2024

Golput Pernah Jadi Sebuah Gerakan, Berikut 6 Kerugian Tak Gunakan Hak Pilih Saat Pemilu

Golputt pernah menjadi sebuah gerakan pada 1971. Ternyata, sejumlah kerugian akibat tidak gunakan hak memilih dalam Pemilu. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

9 Februari 2024

Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

Budayawan Goenawan Mohamad bilang ia tak jadi golput, apa alasannya? "Tanah Air sedang menghadapi kezaliman yang sistematis dan terstruktur," katanya.

Baca Selengkapnya

Tokoh Lintas Agama Ajak Masyarakat Tak Golput di Pemilu 2024

5 Februari 2024

Tokoh Lintas Agama Ajak Masyarakat Tak Golput di Pemilu 2024

Forum Peduli Indonesia Damai yang terdiri dari delapan tokoh lintas agama menyerukan damai untuk Pemilu 2024.

Baca Selengkapnya

Kenapa Orang Pilih Golput saat Pemilu? Ini Alasannya

2 Februari 2024

Kenapa Orang Pilih Golput saat Pemilu? Ini Alasannya

Menjelang Pemilu, tak sedikit orang yang memutuskan untuk golput. Lalu apa sebenarnya alasan orang pilih golput? Berikut ini beberapa dampaknya.

Baca Selengkapnya

Ingatkan Netizen agar Tidak Golput, Enzy Storia: Hak Suara Kita Penting

31 Januari 2024

Ingatkan Netizen agar Tidak Golput, Enzy Storia: Hak Suara Kita Penting

Sebagai figur publik, Enzy Storia mengingatkan pengikutnya agar tidak golput dan memilih pemimpin dengan bijak.

Baca Selengkapnya