Pidana Berat Bagi Pelaku Diskriminasi Ras dan Etnis

Reporter

Editor

Selasa, 28 Oktober 2008 14:24 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Tindakan diskrimnasi atas dasar ras dan etnis akan dipidana berat dengan sepertiga dari ancaman pidana maksimum. Ancaman dari ketentuan ini akan lebih berat jika yang melakukannya adalah korporasi.

"Hal ini untuk memberikan efek jera dan tidak terjadi tidakan diskriminasi ras dan etnis," kata Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, Murdaya Poo, Selasa (28/10), saat membacakan laporan panitia dalam rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, di Jakarta.

Dalam pasal 17 Rancangan Undang-Undang ini, pelaku pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan, perbuatan cabul, pencurian dengan kekerasan, atau perampasan kemerdekaan berdasarkan diskriminasi ras dan etnis, akan dikenai pidana pemberatan 1/3 dari ancaman pidana maksimumnya.

Menurut Murdaya, pasal ini sempat menjadi perdebatan panjang. "Materi ini sempat menjadi penghambat dan mengakibatkan deadlock," katanya. Namun rancangan dengan 9 bab dan 23 pasal ini akhirnya disetujui pada 27 Oktober 2008.

Rancangan ini, tambah Murdaya, juga mengatur pemberian pidana kepada korporasi yang melakukan tindakan diskriminasi ras dan etnis. "Pidananya dalam bentuk denda dengan pemberatan 3 kali dari yang dilakukan perseorangan," katanya.

Eko Ari Wibowo

Berita terkait

TNI Telah Salurkan 34 Ton Bantuan untuk Kasus Gizi Buruk di Asmat

1 Februari 2018

TNI Telah Salurkan 34 Ton Bantuan untuk Kasus Gizi Buruk di Asmat

TNI telah mengirim sebanyak 34 ton bantuan makanan, obat-obatan, pakaian dan bahan penunjang lainnya ke Papua, khususnya Asmat.

Baca Selengkapnya

Ini Argumen Wiranto Sebut Istilah Pribumi dan Nonpribumi Sudah Basi

26 Januari 2017

Ini Argumen Wiranto Sebut Istilah Pribumi dan Nonpribumi Sudah Basi

Dia memastikan negara melindungi setiap warga negara Indonesia dari semua jenis, suku, dan lingkungan.

Baca Selengkapnya

Ruhut Ogah Penuhi Panggilan Komnas HAM  

1 Januari 2014

Ruhut Ogah Penuhi Panggilan Komnas HAM  

"Yang mengawasi kinerja saya saja tak pernah memanggil, masak saya harus datang ke Komnas HAM?"

Baca Selengkapnya

NIK, 'Kunci Akses' Pelayanan Publik

28 November 2006

NIK, 'Kunci Akses' Pelayanan Publik

Dengan diberlakukannya Nomor Induk Kependudukan, usul adanya single identity number dari Direktorat Jenderal Pajak dan nomor induk bersama dari Kantor Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara tidak diperlukan lagi.

Baca Selengkapnya

Menakar Ketuhanan dalam Dokumen Negara

27 November 2006

Menakar Ketuhanan dalam Dokumen Negara

Jika pasal-pasal yang diskriminatif tak dihilangkan, Engkus Ruswana akan mengajukan judicial review begitu undang-undang tersebut disahkan. "Kami juga akan melapor ke Komisi Hak Asasi Manusia PBB," katanya.

Baca Selengkapnya

MUI Menolak Rancangan Undang-Undang Antidiskriminasi

22 Februari 2006

MUI Menolak Rancangan Undang-Undang Antidiskriminasi

Majelis Ulama Indonesia menyatakan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis tak layak disahkan. Apalagi peran agama dalam rancangan itu dinilai sekedar pelengkap.

Baca Selengkapnya