Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke [email protected].

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kisah Ijab Kabul Suami Istri di Bawah Guyuran Abu Gunung Agung

image-gnews
Warga memotret asap yang mulai mengepul dari kawah Gunung Agung dari Pos Pemantauan Desa Rendang, Karangasem, Bali, 19 September 2017. Petugas pos pemantauan Gunung Agung telah mencatat tingkat kegempaan meningkat drastis dari 180 kali menjadi 366 kali dalam 24 jam terakhir. ANTARA FOTO
Warga memotret asap yang mulai mengepul dari kawah Gunung Agung dari Pos Pemantauan Desa Rendang, Karangasem, Bali, 19 September 2017. Petugas pos pemantauan Gunung Agung telah mencatat tingkat kegempaan meningkat drastis dari 180 kali menjadi 366 kali dalam 24 jam terakhir. ANTARA FOTO
Iklan

TEMPO.CO, Lumajang - Suhari Joko Prawiro, 82 tahun tampak termenung sejenak ketika melihat kabar di televisi yang menyiarkan berita peningkatan status aktivitas Gunung Agung, Bali, Jumat pagi, 22 September 2017. Kenangan warga Kelurahan Jogoyudan, Kecamatan Lumajang, Kabupaten Lumajang itu melambung jauh ke belakang, 54 tahun lalu.

Sang istri, Rr Sutarsih, 75 tahun, yang tengah menyeduh wedang kopi di dapur warung nasi tak urung ikut mengomentari berita di televisi. "Gunung Agung meletus ya. Dulu juga pernah meletus sekitar tahun 1963," kata Sutarsih membuyarkan konsentrasi sang suami yang sedang menonton berita di televisi itu.

Belum banyak pelanggan yang datang di warung sederhana yang berada persis di depan rumah pasangan suami istri. Hanya TEMPO dan dua orang lain yang juga memesan segelas kopi hitam dan teh panas manis.

Dengan agak tertatih, perempuan tua berdarah ningrat itu kemudian membawa keluar kopi pahit pesanan seorang pelanggannya ke meja dekat sang suaminya yang kemudian meneruskan ke meja pelanggannya.

"Gunung Agung pernah meletus pada 1963. Pada tahun itu kami menikah," kata Sutarsih yang juga didengarkan sang suami. Suhari Joko Prawiro yang biasa disapa Hari kemudian bercerita kalau Lumajang juga pernah merasakan guyuran abu letusan Gunung Agung sekitar Maret 1963.

Sang istri lebih ingat dibanding sang suami ihwal hari dan tanggal mereka melangsungkan ijab kabul perkawinan mereka. "Hari itu Ahad, 17 Maret 1963," kata Sutarsih yang sudah kembali berada di dapur warungnya. Hari hanya mengingat bahwa dia menikah dengan istrinya pada Maret 1963. Pada pagi di hari perkawinannya itu, langit tampak gelap seperti mendung. Abu kemudian berjatuhan dari atas langit yang seperti mendung itu.

Hingga menjelang siang saat itu, ketika Hari bersama rombongan keluarganya hendak berangkat ke rumah calon istrinya untuk mengucapkan ikrar perkawinan dalam ijab kabul, abu tetap berjatuhan dari langit. "Mobil sedan yang akan kami kendarai seperti terlapiai abu tebal. Jadinya ya harus kami bersihkan terlebih dulu," kata Hari ditemui TEMPO di warungnya itu.

Saat itu, Hari belum tahu darimana abu yang mengguyur Lumajang di hari perkawinannya itu. Baru beberapa kemudian, Hari mendengar kabar bahwa hujan abu tersebut berasal dari letusan Gunung Agung. Situasi mendung itu terjadi sekitar sepekan. Kendati demikian, warga setempat tidak begitu panik. "Warga hanya bingung karena keadaan dalam rumah gelap meskipun siang hari," kata Hari. Saat itu, masih jarang rumah yang teraliri listrik. "Sebagian besar rumah warga walaupun di dalam kota, masih menggunakan lampu petromak untuk menerangi ruangan," kata Hari.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mendung gelap disertai guyuran abu masih terjadi hingga saat resepsi pernikahan berlangsung pada sore harinya. "Meskipun semua berjalan lancar, kejadian guyuran abu tersebut sedikit banyak mengganggu juga," kata Hari.

Di hari-hari ketika abu Gunung Agung menghujani Lumajang, warga harus membersihkan atap dan teras rumah mereka. Bahkan, tak sedikit juga yang mengumpulkan abu Gunung Agung itu untuk campuran bahan bangunan. "Mereka mengumpulkan abu dan memasukkannya ke dalam karung-karung," kata Hari.

Hari tidak menyangka kalau di hari perkawinannya itu, hujan abu melanda. Hari mengatakan kalau dia telah mengajukan cuti untuk menikah. "Sejak 1958 SK Pengangkatan sebagai Pegawai Negeri Sipil keluar, saya ditugaskan di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di Sumenep," katanya. Karena melangsungkan perkawinan, kemudian dia mengajukan cuti sekitar sepekan untuk kemudian pulang ke Lumajang dan menikah.

"Setelah itu saya boyong istri saya ke Sumenep," kata Hari. Jadi, dia tidak berlama-lama juga merasakan guyuran hujan abu Gunung Agung di Lumajang. Sepekan setelah hari perkawinannya, Hari langsung pulang kembali ke Sumenep. Hari baru pulang ke Lumajang setelah pensiun dari PNS.

Sejak Senin lalu pukul 21.00 Wita, PVMBG menaikkan status Gunung Agung. Status yang awalnya waspada menjadi siaga (level III). Perubahan status gunung setinggi 3.142 meter di atas permukaan laut itu sesuai dengan hasil analisis data visual dan instrumental serta mempertimbangkan potensi ancaman bahaya.

Gunung Agung terakhir meletus pada 1963. Saat itu, letusan berlangsung selama hampir setahun, yaitu 18 Februari 1963 hingga 27 Januari 1964. Letusan tersebut menelan banyak korban jiwa, yakni 1.148 orang meninggal dan 296 mengalami luka-luka.

DAVID PRIYASIDHARTA

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Banyak Alasan Gunung Agung Menarik untuk Dikunjungi

17 hari lalu

Seorang turis asal Rusia berpose saat seorang temannya memoto dirinya dengan latar Gunung Agung yang tengah bererupsi di Kabupaten Karangasem, Bali, 30 November 2017. REUTERS
Banyak Alasan Gunung Agung Menarik untuk Dikunjungi

Gunung Agung merupakan gunung tertinggi di Bali yang disakralkan umat Hindu, selain itu gunung berstatus aktif ini punya beragam daya tarik wisata.


Lereng Gunung Agung Kebakaran, Berikut Kejadian Serupa Sejak 2011

17 hari lalu

Sejumlah titik api menyala saat terjadinya kebakaran lereng Gunung Agung yang terlihat dari kawasan Kubu, Karangasem, Bali, Kamis, 28 September 2023. Kebakaran hutan dan lahan yang tersebar di sejumlah titik di lereng Gunung Agung pada ketinggian sekitar 2.000 meter di atas permukaan laut sejak Rabu (27/9) itu diperkirakan terjadi karena adanya gesekan ranting pohon saat musim kemarau. ANTARA FOTO/Fikri Yusuf
Lereng Gunung Agung Kebakaran, Berikut Kejadian Serupa Sejak 2011

Gunung Agung kebakaran di kawasan hutan di sekitar Pura Pengubengan pada ketinggian kurang lebih 2.000 mdpl. Bukan kali pertama kejadian ini.


Profil Pura Besakih, Pura Pasar Agung di Lereng Gunung Agung

31 hari lalu

Umat Hindu melakukan ritual penyucian hewan kurban dalam rangkaian pujawali atau upacara persembahyangan di Pura Pasar Agung Besakih Giri Tohlangkir, Karangasem, Bali, Selasa 19 Oktober 2021. Upacara persembahyangan di pura tersebut digelar pada 20-31 Oktober 2021 dan dibuka untuk masyarakat umum dengan menerapkan protokol kesehatan setelah sempat dilaksanakan secara terbatas hanya diikuti oleh pengurus pura pada tahun 2017 hingga 2020 akibat erupsi Gunung Agung dan pandemi COVID-19. ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo
Profil Pura Besakih, Pura Pasar Agung di Lereng Gunung Agung

Pura Pasar Agung atau Pura Besakih terletak di lereng Gunung Agung, pada ketinggian 1.600 mdpl.


Ada Rangkaian Upacara Keagamaan, Wisata Pendakian Gunung Agung Ditutup 2 Bulan

31 hari lalu

Wisatawan menyaksikan matahari terbit pertama tahun 2021 di Desa Pinggan, Kintamani, Bangli, Bali, Jumat 1 Januari 2020. Kawasan wisata alam dengan pemandangan Gunung Agung, Gunung Batur dan Gunung Abang tersebut menjadi salah satu lokasi di Pulau Dewata yang dikunjungi wisatawan untuk menyaksikan matahari terbit pertama tahun 2021. ANTARA FOTO/Fikri Yusuf
Ada Rangkaian Upacara Keagamaan, Wisata Pendakian Gunung Agung Ditutup 2 Bulan

Wisata pendakian di Gunung Agung ditutup untuk menghormati upacara keagamaan.


Rentetan Erupsi Terkini Gunung Semeru, Sejak Dinihari sampai Pagi Tadi

7 Juli 2024

Gunung Semeru erupsi dengan tinggi letusan mencapai 1 km pada Minggu (7/7/2024) pukul 04.58 WIB. (ANTARA/HO-PVMBG)
Rentetan Erupsi Terkini Gunung Semeru, Sejak Dinihari sampai Pagi Tadi

Sepanjang tahun ini, Gunung Semeru tercatat telah 64 kali meletus.


PKB Beri Rekomendasi ke Eks Ketua Timses Amin Jatim untuk Maju di Pilkada Lumajang

15 Mei 2024

Bupati Lumajang Thoriqul Haq mendampingi Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa saat kunjungan ke Kecamatan Pasirian, Rabu, 20 September 2023. Foto: Humas Pemkab Lumajang
PKB Beri Rekomendasi ke Eks Ketua Timses Amin Jatim untuk Maju di Pilkada Lumajang

Eks Ketua Timses Anies-Muhaimin Jawa Timur Thoriqul Haq telah mendapat rekomendasi dari PKB untuk maju di Pilkada Kabupaten Lumajang.


5 Kuliner Unik Khas Kabupaten Lumajang: Ada Rujak Bambu Hingga Nasi Kelor

15 Mei 2024

Kreco. Cookpad/Madame's Kitchen
5 Kuliner Unik Khas Kabupaten Lumajang: Ada Rujak Bambu Hingga Nasi Kelor

Tahun 2022 Sego Kelor dari Kanupaten Lumajang memenangkan penghargaan dalam Festival Msakan Khas Jawa Timur. Berikut 5 Kuliner unik khas Lumajang.


5 Destinasi Wisata Alam Wajib Dikunjungi Saat ke Lumajang: Gua Tetes Hingga Hutan Bambu

13 Mei 2024

Hutan Bambu Lumajang. Disparbud.lumajangkab.go.id
5 Destinasi Wisata Alam Wajib Dikunjungi Saat ke Lumajang: Gua Tetes Hingga Hutan Bambu

Selain itu, Lumajang juga memiliki berbagai destinasi alam lainnya yang memikat, seperti gua tetes dan hutan bambu yang mirip dengan di Jepang.


Sungai Meluap Akibat Lahar Dingin Gunung Semeru, 32 Keluarga di Lumajang Mengungsi

19 April 2024

Tangkapan layar - Sejumlah dump truck terjebak banjir lahar dingin Gunung Semeru di DAS Regoyo, Desa Jugosari, Kecamatan Candipuro, Minggu 3 Maret 2024. (ANTARA/HO-BPBD Lumajang)
Sungai Meluap Akibat Lahar Dingin Gunung Semeru, 32 Keluarga di Lumajang Mengungsi

Lahar dingin dari Gunung Semeru meningkatkan debot air daerah Sungai Regoyo di Lumajang. Warga sekitar mengungsi mandiri.


Letusan dan Awan Panas Gunung Semeru Terus Meningkat Sejak 2021, Ini Penjelasan Badan Geologi

16 April 2024

Asap vulkanis yang keluar dari kawah Gunung Semeru terlihat dari Desa Supiturang, Lumajang, Jawa Timur, Jumat 16 Februari 2024. Bedasarkan data Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) pada periode pengamatan Jumat (16/2) pukul 06.00-12.00 WIB Gunung Semeru mengeluarkan material vulkanik dengan 19 kali gempa letusan atau erupsi amplitudo 10-22mm selama 83-130 detik, 7 kali gempa Awan Panas Guguran (APG) amplitudo 3-8mm selama 39-51detik. ANTARA FOTO/Irfan Sumanjaya
Letusan dan Awan Panas Gunung Semeru Terus Meningkat Sejak 2021, Ini Penjelasan Badan Geologi

Aktivitas vulkanik Gunung Semeru terus meningkat selama empat tahun terakhir. Badan Geologi menjelaskan sejumlah gejalanya.