TEMPO.CO, Jakarta - Aktivis hak asasi manusia (HAM) Sri Lestari Wahyoeningroem, menilai Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) dihinggapi kekhawatiran berlebihan sehingga berniat menggelar acara nonton bersama film Pengkhianatan G 30 S PKI pada 30 September nanti. Ayu, demikian ia biasa disapa, berpendapat TNI khawatir narasi sejarah yang selama ini mereka gaungkan tidak lagi dominan.
"Saya membaca ini over-worried dan ketakutan dari TNI terhadap wacana kontestasi atau saingan dari wacana mereka. Dan, memang harus diakui sekarang sudah banyak yang paham atas sejarah lain yang selama ini digelapkan," kata Ayu ketika dihubungi via telepon, Sabtu, 16 September 2017.
Baca: PFN Tak Masalah Bila Film G 30 S PKI Diputar Kembali
Menurut Ayu, kekawatiran TNI ini disebabkan narasi 1965 versi mereka sudah banyak dikritik. Narasi G30S/PKI versi pemerintah ini, tidak memiliki bukti-bukti historis, empiris, dan bukti lain yang kuat serta telah lama dibantah.
Calon komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) ini menyampaikan, pertarungan wacana merupakan hal yang lazim dalam demokrasi. Setiap kelompok bebas menyampaikan pesan dalam ruang-ruang tersebut. Pesan TNI, menurut Ayu, yaitu mempertahankan legitimasi dan status quo kekuasaan dan sejarah versi mereka.
"Padahal kita hidup di zaman modern, kita hidup di zaman demokrasi. Dengan perkembangan sekarang sudah susah kalau mau hegemoni dengan satu narasi," ujar Ayu.
Akademisi lulusan Australia National University ini menambahkan, banyak orang terutama generasi muda saat ini sangat melek informasi dan kritis. "Ibarat air di dalam ember selalu mencari lubang-lubang kecil untuk keluar, pengetahuan seperti itu, enggak bisa dibendung," kata dia.
Simak pula: Ditemukan, Versi Lain Film G30S PKI
TNI AD menginstruksikan kepada seluruh jajarannya di daerah untuk mengajak masyarakat menonton bersama film Pengkhianatan G 30 S PKI. Kepala Pusat Penerangan TNI AD Brigadir Jenderal Wuryanto membenarkan informasi tersebut, Jumat, 15 September 2017. Namun, Wuryanto belum merinci tempat-tempat yang akan dijadikan lokasi pemutaran film besutan Arifin C. Noer tersebut.
Jika pemutaran tersebut dilakukan di desa-desa, kata Ayu, itu artinya TNI berusaha memasuki ruang-ruang yang belum terlalu terpapar teknologi dan informasi. Menurut dia, TNI masih mempunyai pengaruh kuat di desa. Namun, ia yakin tidak semua masyarakat bisa dimobilisasi untuk menonton film tersebut.
"Mereka mencari celah-celah yang mungkin. Ya mudah-mudahan tidak dengan cara represif. Kalau mereka represif, kita harus bersuara ramai-ramai," kata Ayu.
BUDIARTI UTAMI PUTRI