TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto, menjadi tersangka dugaan korupsi pengadaan proyek kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP. Ketua Harian Partai Golkar Nurdin Halid mengatakan masalah posisi Setya sebagai Ketua DPR tergantung perkembangan yang ada.
"Ada undang-undang yang mengatur, Golkar patuh pada seluruh tatanan yang berlaku. Kita lihat perkembangan yang ada," kata Nurdin soal posisi Setya Novanto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 18 Juli 2017.
Baca juga: Setya Novanto Tersangka E-KTP, KPK: Tak Berhubungan dengan Pansus
Nurdin mengatakan pihaknya menyerahkan masalah ketua umum ini sesuai mekanisme yang berlaku di DPR. Hal ini sebagai antisipasi bila ada desakan dari anggota fraksi agar Setya mundur.
Nurdin mengatakan hingga saat ini belum ada pembahasan soal pengganti Setya di DPR. Menurut dia, Golkar pernah mengalami hal seperti ini saat zaman kepemimpinan Akbar Tanjung. Akbar sempat divonis bersalah dalam Kasus Penyalahgunaan Dana Nonbujeter Bulog sebesar Rp 40 miliar.
"Akbar Tanjung dulu ketua DPR juga jadi tersangka, bahkan ditahan dan sudah (divonis) di pengadilan sampai (memenangkan) kasasi," kata Nurdin.
Menurut dia, pengalaman seperti ini memberi warna tersendiri bagi Golkar dalam menyikapi setiap perkembangan dan proses hukum. "Yang pasti Golkar akan patuh dan ikuti proses hukum, baik DPR, politik, dan KPK," tuturnya.
Pimpinan dan anggota fraksi Partai Golkar saat ini tengah menggelar rapat bersama Nurdin dan Sekretaris Jenderal, Idrus Marham. Menurut Nurdin, rapat kali ini guna menyampaikan penjelasan mengenai posisi dan kondisi Golkar saat ini setelah Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi E-KTP.
AHMAD FAIZ
Video Terkait:
Setya Novanto Jadi Tersangka, Sekjen Golkar Beri Pernyataan