TEMPO.CO, Jakarta - Presidium Alumni 212 berjalan kaki dari Masjid Agung Sunda Kelapa ke kantor Komnas HAM untuk mengadukan kasus Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo. Hary Tanoe, panggilan akrab bos MNC ini, patut dibela karena dianggap menjadi korban rezim.
Ketua Alumni Presidium 212 Ansufri Idrus Sambo menyatakan kasus yang membelit Hary Tanoe merupakan korban rezim yang sat ini berkuasa. Aksi ini, kata Sambo, sebagai upaya membela kemanusiaan serta solidaritas. "Datang ke Komnas HAM karena adanya seseorang yang mengadu. Kawan-kawan usul yang dibela jangan orang Islam saja, karena yang dizalimi juga umat lain," ujar Sambo, Jumat, 14 Juli 2017.
Baca juga: Kenapa Ahli Bahasa Nilai SMS Hary Tanoe sebagaoi Ancaman?
Sambo menilai ada unsur dendam politik dalam kasus pengusaha Hary Tanoe. Hary Tanoe ditetapkan sebagai tersangka oleh badan Reserse Kriminal Mabes Polri karena diduga mengancam penjabat Subdirektorat Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Yulianto. "Kami adukan bahwa terjadi kriminilasasi terhadap Hary Tanoe."
Menurut Sambo, Presidium Alumni 212 dalam membela Hary Tanoe tidak ada kaitannya dengan politik. Pembelaan terhadap bos MNC merupakan lahan dakwah dikemudian hari. Alasan lainnya, bantuan yang diberikan MNC berupa dukungan memberitakan Aksi 212 termasuk yang menjadi pertimbangan. "Kami membela orang yang dizalimi," kata Sambo.
Sambo membantah. Presidium Alumni 212 membela Hary Tanoe karena mendapatkan kucuran uang. Sambo mengaskan tidak pernah bertemu dengan Hary Tanoe maupun berhubungan langsung dengannya. "Saya tidak kenal tidak pernah berjumpa, tidak pernah berhubungan tidak pernah SMS-an, tidak pernah WhatsApp."
WULAN NOVA | ELIK S