TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiqulhadi meminta masyarakat tak terburu-buru memandang negatif kinerja pihaknya. Pembentukan Pansus Hak Angket KPK, menurut dia tidak berkaitan dengan pelemahan dan penguatan KPK, melainkan untuk meninjau ulang posisi KPK dalam konteks ketatanegaraan.
"Jangan apriori dulu, berikan kesempatan. Biarkan DPR bekerja dahulu," kata Taufiqulhadi dalam diskusi publik Populi Center di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 8 Juli 2017.
Baca :
Hak Angket KPK, 400 Guru Besar Minta Jokowi Bersikap
Hak Angket KPK, Kenapa Taufiqurrahman Ruki Nantikan Sikap Jokowi?
Dia pun mempertanyakan munculnya penolakan dan protes terhadap pansus yang baru terbentuk itu. Keberadaan Pansus Hak Angket, kata Taufiqulhadi, bisa memberi pandangan baru terkait KPK yang mungkin belum diketahui masyarakat.
"Ini untuk perbaikan sistem ketatanegaraan secara umum," ujarnya.
Penolakan terhadap Pansus Hak Angket KPK salah satunya datang dari Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI), Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI), dan Gerakan Anti Korupsi (GAK).
Penggunaan hak angket, oleh mereka dianggap menghambat penuntasan kasus korupsi. Pembentukan pansus berawal dari permintaan Komisi Hukum DPR RI untuk membuka rekaman pemeriksaan Miryam S Haryani yang berkaitan dengan dugaan korupsi KTP Elektronik (E-KTP).
Penggunaan hak angket di tengah pengusutan kasus e-KTP pun dinilai mengarah 'obstruction of justice' atau tindakan menghalang halangi proses penegakan hukum. Langkah pembentukan pansus pun disebut-sebut sebagai serangan balik oleh koruptor kepada KPK.
YOHANES PASKALIS PAE DALE