TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan rencana DPR membekukan anggaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian RI (Polri) belum jelas mekanismenya. "Masih ngomong-ngomong aja itu. Kalau saya pikir, pansus jalan terus saja," katanya di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Rabu, 21 Juni 2017.
Menurut Yusril, tidak gampang membekukan suatu anggaran karena pembahasan APBN melibatkan DPR dan pemerintah. "Kan mesti ada persetujuan di antara keduanya," katanya.
Baca:
DPR Ancam Boikot Anggaran 2018, KPK: Biar Rakyat yang Menggugat
Soal Pembekuan Anggaran, Fahri Hamzah: DPR Perlu Disiplinkan KPK
Baca Juga:
Yusril mengatakan akan menghadiri undangan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket jika dipanggil. Pansus Hak Angket mempunyai dasar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1954. Orang bisa disandera jika tidak mau datang saat dipanggil atau dibutuhkan keterangan, sehingga dasarnya bukan hanya Undang-Undang MD3. "Jadi, jika diundang, ya silakan saja," katanya.
Anggota Panitia Khusus Hak Angket KPK, Muhammad Misbakhun, menyarankan panitia angket merekomendasikan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat menggunakan hak penganggarannya sebagai respons terhadap KPK dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian.
KPK menolak mengizinkan tersangka dugaan kesaksian palsu dalam perkara korupsi e-KTP, Miryam S. Haryani, hadir dalam rapat panitia angket. Sikap serupa juga disampaikan Kapolri.
"Kami tidak memotong anggaran apa pun, tapi pembahasan anggaran 2018 tidak akan dibahas bersama kepolisian dan KPK," katanya.
Misbakhun berujar, hal ini memang masih usulan pribadinya tapi sudah menjadi bahan pertimbangan pansus. Menurut dia, hampir semua anggota pansus sependapat dengannya agar DPR menggunakan hak budgeting itu. "(Anggaran) Bukan tidak cair, tapi 2018 mereka tidak punya postur anggaran," ujarnya.
IRSYAN HASYIM