TEMPO.CO, Jakarta - Istana Kepresidenan merespons dingin permintaan Fraksi Demokrat di Dewan Perwakilan Rakyat agar Presiden Joko Widodo membahas Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilihan Umum atau RUU Pemilu bersama pimpinan partai politik. Sekretaris Kabinet Pramono Anung menilai, menuruti hal itu sama saja dengan melakukan intervensi.
"Kalau Presiden berbicara dengan pimpinan parpol soal itu (RUU Pemilu), artinya Presiden sudah mengintervensi proses yang berjalan di DPR," ujarnya saat ditemui di Istana Kepresidenan, Jumat, 9 Juni 2017.
Daripada menuruti permintaan itu, kata Pramono, Jokowi akan tetap menjaga jarak sambil mengawasi jalannya pembahasan. Pramono meyakini pembahasan RUU Pemilu akan selesai pada akhirnya.
Baca juga: Rapat RUU Pemilu Alot, 5 Isu Krusial Akan Diputuskan Secara Paket
"Saya ini sudah lama di DPR, 4 kali, dan pernah menjadi pimpinan. Biarlah proses politik itu berlangsung. Kami meyakini biasanya hal-hal seperti itu akan selesai ketika waktunya sudah hampir habis," ucapnya.
"Saya sudah hapal lah situasi seperti itu. Jadi enggak perlu kemudian harus ditarik (ke Presiden)," tuturnya.
Awalnya, DPR dan pemerintah memasang target pembahasan RUU Pemilu selesai pada akhir April 2017. Namun hal itu tidak tercapai karena banyak terjadi tarik-ulur sejumlah poin aturan dalam pembahasan.
Sebelumnya, Wakil Ketua Panitia Khusus RUU Pemilu dari Fraksi Demokrat Benny Kabur Harman meminta Presiden menemui pimpinan partai terkait dengan RUU Pemilu. Tujuannya, untuk menyamakan persepsi.
Benny berujar sistem pemilu legislatif terbuka-terbatas yang berada dalam RUU Pemilu merupakan usulan Jokowi. Jadi, menurut Benny, bertemu dengan para pimpinan parpol tak akan menjadi masalah mengingat pembahasan menemui jalan buntu.
"Sesuai dengan asas Pancasila, kami sungguh mendambakan Presiden memanggil semua ketua umum parpol," tuturnya di ruang rapat Pansus RUU Pemilu, kemarin malam.
ISTMAN M.P.