TEMPO.CO, Yogyakarta -Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal Gatot Nurmantyo menyinggung demokrasi di Indonesia saat ini bukanlah demokrasi Pancasila. Karena yang terjadi untuk menetapkan dan menentukan sesuatu tidak lagi dengan cara mufakat. Tetapi sering dengan voting atau suara terbanyak.
Dalam ceramah di Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, di depan ribuan jemaah Muhammadiyah, Panglima TNI Gatot Nurmanty berorasi. Ia dengan jelas menyebut nama putra Amien Rais, Hanafi Rais, anggota DPR RI yang hadir dengan mengingatkan soal demokrasi Pancasila.
Baca juga:
Panglima TNI: Jangan Jadikan Indonesia Ajang Konflik Agama
"Jadi dengan musyawarah mufakat, bukan voting, ini Pak Hanafi saya ingatkan. Kita bicara Pancasila. Tetapi di negara Pancasila sendiri, demokrasinya tidak sesuai dengan Pancasila. Saya siap juga ditembaki, tidak apa-apa, memang Pancasila seperti itu, kok. Demokrasi kita tidak sesuai Pancasila," kata Gatot, Minggu malam, 4 Juni 2017.
Cara beragama sudah ada dalam Pancasila. Cara berinteraksi dengan sesama manusia sudah diatur, bahkan Pancasila memperlakukan manusia lebih dari haknya. Berinterkasi sesama manusia harus dengan adil dan beradab.
Baca pula:
Revisi UU Antiterorisme, Panglima Sebut Teroris Kejahatan Negara
Cara bernegara, Indonesia adalah kumpulan manusia beragam. Maka persatuan Indonesia menjadi dasarnya. Sedangkan cara berdemokrasi sudah sesuai dengan Agama Islam. Yaitu seperti sila ke empat. Kalimat di sila itu terdiri dari kata-kata yang diarbsobsi dari bahasa Arab.
Jika Pancasila dari sila pertama hingga keempat secara konsekuen dilaksanakan, kata dia maka yang menjadi tujuan nasional adalah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. "Pasti bisa tercapai, persyaratannya itu," kata dia.
Silakan baca:
Gatot Nurmantyo: TNI Tak Lindungi Prajurit yang Korupsi
Orasi ilmiah di depan mahasiswa dan jamaah ini diberi judul "Tantangan dan Peluang Menjadi Bangsa Pemenang Dalam Kompetisi Global". Kondisi demokrasi yang tidak pancasilais ini gambaran nyata saat ini para elit politik lebih mementingkan kepentingan pribadi, golongan, maupun kelompok dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak seperti apa yang dilakukan para pendiri bangsa yang mampu mencapai mufakat dengan musyawarah meskipun perbedaan diantara mereka sama seperti sekarang ini.
“Saya anggap kondisi ini mengambarkan Pancasila bukan lagi sebagai sumber hukum tertinggi di negara ini oleh kalangan politik. Ini adalah kebenaran dan saya siap untuk diserang,” kata dia.
Maka, ia meminta semua pihak, untuk membangun dan menyejahterakan bangsa serta negara, tidak hanya TNI, untuk mengamalkan sila-sila Pancasila dengan konsisten. Karena Pancasila adalah kunci untuk memajukan bangsa, terlebih lagi di tengah ancaman global.
Panglima menegaskan bahwa sekarang ini ancaman dari luar tidak lagi berwujud senjata. Tapi ancaman terhadap perpindahan antar bangsa yang memperebutkan sumber pangan dan energi. Indonesia adalah salah satu negara yang menjadi tujuan ancaman ini.
Begitu juga dengan ancaman dari terorisme yang saat ini sudah sangat dekat. Ia tidak ingin negara ini menjadi kancah konflik. "Apakah kalian mau negara kita seperti Syuriah? Ini perlu diwaspadai," kata dia.
Ia juga memutar singkat rekaman perang di Syuriah. Di dalam negara itu terjadi konflik antar rakyat yang mengakibatkan perang dan mengakibatkan kesengsaraan.
Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir menyatakan bahwa siapa yang meragukan kebinekaan, patriotisme, dan nasionalisme kader Muhammadiyah maka dia harus belajar sejarah. Sejarah mencatat, bahwa TNI adalah bagian dari Muhammadiyah dan Islam. Demikian juga dengan Muhammadiyah dan umat Islam adalah bagian tak terpisahkan dari TNI dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Menyambut ajakan Panglima TNI Gatot Nurmantyo untuk menjadikan terorisme sebagai musuh besar negara, Muhammadiyah melalui 173 perguruan tinggi di Indonesia untuk mempertahankan NKRI dan Pancasila bagian tak terpisahkan dari Islam," kata dia.
Hanafi Rais yang merupakan Wakil Ketua Komisi I DPR RI menyatakan semangat di Dewan masih musyawarah dan mufakat. Sebenarnya, voting sebesar mungkin dihindari. "Sebenarnya kami mengesampingkan voting," kata dia.
MUH SYAIFULLAH