TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat resmi mengesahkan Panitia Angket Komisi Pemberantasan Korupsi. Lima fraksi mengirim perwakilannya, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, NasDem, dan Partai Hanura.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan pembentukan panitia itu terkesan dipaksakan dan berpotensi melanggar Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Pasal 201 ayat 2 undang-undang tersebut menyebutkan keanggotaan pansus, yang selanjutnya disebut panitia angket, terdiri atas semua unsur fraksi di DPR. Nyatanya, hanya lima fraksi yang menjadi anggota panitia angket.
Baca: Nama-nama Anggota Lima Fraksi di Pansus Hak Angket KPK
“Kalau pansus tetap dipaksakan, tentu ini akan berisiko bertentangan dengan tata tertib,” kata Febri, Selasa, 30 Mei 2017. “Apakah pansus itu sah atau tidak, akan menjadi satu persoalan hukum.”
Pengajuan angket ini bermula saat saksi kasus e-KTP, Miryam S. Haryani, mencabut keterangannya kepada KPK di pengadilan dengan dalih ditekan penyidik. Padahal, menurut penyidik KPK, Miryam dalam pemeriksaan justru mengaku ditekan sejumlah rekannya di DPR. Tak terima disebut mengancam Miryam, Komisi Hukum DPR lalu mengusulkan hak penyelidikan agar KPK mau membuka rekaman pemeriksaan Miryam.
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan lembaganya tak bisa mencegah DPR membentuk panitia angket. Namun ia juga menilai pembentukan angket itu melanggar aturan. "Kami lihat dulu semua prosesnya. Setelah itu, akan ada sikap resmi KPK setelah kami bicarakan di internal," ucapnya.
Baca: Pansus Hak Angket KPK, Taufik Kurniawan: Semua Fraksi Harus Ikut
Pembentukan panitia angket disahkan dalam rapat paripurna DPR pada Selasa, 30 Mei 2017. Pemimpin rapat, Fahri Hamzah, mengatakan fraksi-fraksi lain belum mengirim perwakilannya karena belum mendapat kesepakatan dari pimpinan partai. Dia berkukuh pembentukan panitia angket sah meski tidak semua perwakilan fraksi terdaftar sebagai anggota.
DANANG FIRMANTO | AHMAD FAIZ