TEMPO.CO, Jakarta - Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan menolak gugatan praperadilan Miryam S. Haryani. Penetapan Miryam sebagai tersangka pemberi keterangan tidak benar dianggap sah dan memenuhi syarat hukum acara pidana. “Menyatakan penetapan tersangka atas nama Miryam Haryani adalah sah,” kata hakim tunggal Asiadi Sembiring, Selasa, 23 Mei 2017. (Baca: Praperadilan Miryam S. Haryani Ditolak, Ini Pertimbangan Hakim)
Dalam pertimbangan putusannya, Asiadi menyebutkan Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengusut kasus pemberian keterangan tidak benar terkait dengan kasus tindak pidana korupsi. Hal itu didasari Bab III Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyebutkan adanya ancaman hukuman bagi orang yang merintangi penyidikan dan memberikan keterangan tidak benar di pengadilan. Karena itu, ujar Asiadi, KPK berhak menjerat Miryam menggunakan beleid tersebut karena tugas KPK tidak hanya terbatas pada UU KPK, tapi juga menjalankan beleid pemberantasan tindak pidana korupsi.
Asiadi juga menuturkan bukti permulaan yang dimiliki KPK untuk menjerat Miryam sudah memenuhi syarat. “Bukti berupa surat dan video rekaman pemeriksaan saksi yang diajukan KPK telah memenuhi dua bukti permulaan,” ucap Asiadi. (Baca: 7 Poin Permohonan Praperadilan Miryam S. Hariyani)
Miryam sebelumnya adalah saksi dalam kasus persidangan megakorupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik dengan terdakwa Irman dan Sugiharto, dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri. Namun, saat bersaksi di persidangan pada 23 Maret 2017, Miryam mencabut seluruh keterangan yang ada dalam berita acara pemeriksaan. Miryam beralasan, keterangannya di BAP itu tidak benar karena ia berikan di bawah tekanan penyidik KPK. (Baca: E-KTP, Elza Syarief dan Boyamin Ungkap Siapa Penekan Miryam)
KPK menyatakan pernyataan Miryam bahwa penyidik melakukan tekanan dalam pemeriksaan adalah tidak benar. KPK juga mengaku memiliki bukti rekaman pemeriksaannya. Dua pekan kemudian, komisi antirasuah menetapkan Miryam sebagai tersangka karena berbohong di bawah sumpah. Pada 1 Mei lalu, polisi akhirnya menangkap Miryam, yang kini menjadi penghuni Rumah Tahanan Kelas I Jakarta Timur.
Dengan kalahnya Miryam di praperadilan, komisi antirasuah pun tancap gas mempercepat penyidikan kasusnya. Kepala Biro Hukum KPK Setiadi menuturkan penyidik tinggal melengkapi keterangan beberapa saksi ahli dalam berkas pemeriksaan Miryam sebelum dilimpahkan ke pengadilan. “Tidak begitu lama lagi, ya, karena tinggal ahli saja yang belum diperiksa,” ucapnya. (Baca: Sidang E-KTP, KPK Akan Beberkan Pengancam Miryam di Pengadilan)
Pengacara Miryam, Mita Mulia, mengatakan masih akan mempelajari putusan hakim sebelum mengambil langkah hukum berikutnya bersama kliennya. “Kami ikuti dulu proses hukum sebagaimana mestinya,” ujar Mita.
Miryam bukan tersangka pertama yang dijerat KPK dalam kasus pemberian keterangan palsu. Sebelumnya, ada Muhtar Ependy yang berbohong dalam kasus korupsi dan pencucian uang dengan terdakwa bekas Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar. Karena perbuatannya itu, ia dihukum penjara 5 tahun.
YOHANES PASKALIS | AGUNG SEDAYU