TEMPO.CO, Kupang - Kepolisian Daerah (Polda) dan Kantor Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) kebanjiran karangan bunga papan dari warga Kota Kupang yang menamai diri mereka Aliansi Masyarakat Peduli Cinta Damai.
"Intinya, krans bunga ini sebagai simbol dukungan terhadap Polri dalam memerangi radikalisme dan berbagai tindakan intoleran yang mengancam keutuhan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)," kata Yulius, salah satu anggota Aliansi Masyarakat Peduli Cinta Damai, Jumat, 5 Mei 2017.
Baca: Cegah Radikalisme, Boni Hargens: NU-Muhammadiyah Perlu Berperan
Krans bunga sebagai bentuk dukungan ini ditempatkan pukul 04.00-06.00 Wita di empat titik di Kota Kupang, yakni markas Polda NTT, kantor dan rumah jabatan Gubernur NTT, serta Jalan El Tari, Kupang. "Ada 100 krans bunga yang akan diletakkan di empat lokasi tersebut," ujarnya.
Indonesia, menurut dia, sudah terancam dengan berbagai paham radikalisme yang hendak memecah belah NKRI. Karena itu, mereka menolak masuknya paham tersebut di Bumi Flomabora, NTT. "Kami dengan tegas menolak masuknya paham radikalisme di daerah ini," ucapnya.
Baca: Ketua PBNU: Lebih Ringan Pornografi Dibanding Radikalisme
Warga Kota Kupang, Bertol Badar, mengatakan krans bunga yang ditempatkan di sejumlah titik ini merupakan gambaran jiwa heroik warga NTT demi keutuhan NKRI berdasarkan Pancasila. "Ini juga merupakan gambaran bahwa hidup bersaudara yang telah diperjuangkan senantiasa dikembangkan dan dijaga terus," tuturnya.
Dari pantauan wartawan, ratusan krans bunga itu ditempatkan di halaman depan kantor Gubernur NTT dan Mapolda NTT. Berbagai ragam tulisan dalam krans bunga tersebut, di antaranya "Dukung Gubernur dan Polda NTT tolak FPI dan HTI di NTT. Ketong (kita) usir FPI dan HTI dari Bumi Flobamora", NKRI Harga Mati, Save Toleransi Indonesia.
Gubernur Nusa Tenggara Timur Frans Lebu Raya telah menyatakan menolak kehadiran organisasi atau kelompok masyarakat yang menyebarkan paham intoleransi. Menurut dia, keputusan itu merupakan hasil kesepakatan seluruh jajaran pemerintah daerah di NTT. "Kami sudah beberapa kali menggelar rapat dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompimda) untuk menolak kehadiran FPI di seluruh NTT," ucapnya, Kamis, 4 Mei 2017.
Baca: 50 Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri Tolak Paham Radikal
Warga NTT, menurut dia, selama ini hidup secara harmonis serta menghormati dan menghargai perbedaan, termasuk perbedaan agama dan keyakinan. Karena itu, warga tidak mengharapkan kemunculan kelompok yang radikal dan intoleran terhadap perbedaan serta merusak tatanan kehidupan mereka.
Adapun Ketua Gerakan Pemuda Anshor NTT Abdul Muis mendesak pemerintah NTT segera membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia dari Bumi Flobamora karena dinilai mengajarkan paham radikal dan ekstrem. “HTI mengajarkan aliran khilafah atau ingin membuat negara sendiri makanya harus dibubarkan,” ujarnya.
Perkembangan HTI di NTT, menurut Abdul, sudah sangat masif dan dilakukan secara terang-terangan dengan memasang papan nama serta melakukan berbagai kegiatan. Karena itu, dia meminta pemerintah serius dan tegas menanggapi keberadaan kelompok itu. “Jika pemerintah tidak serius menanggapi HTI, kami akan mengambil langkah sendiri,” tuturnya.
Baca: Ketua MUI KH Ma`ruf Amin: Khilafah Tidak Cocok di Indonesia
Kamis pekan lalu, ratusan orang dari berbagai organisasi kemasyarakatan (ormas), seperti Gerakan Pemuda Anshor dan Pemuda Islam Nusa Tenggara Timur (NTT) akan menggelar unjuk rasa damai menuntut pembubaran organisasi radikal. Mereka berorasi dari Gong Perdamaian, lalu menuju kantor Gubernur NTT, hingga Markas Kepolisian Daerah NTT.
YOHANES SEO