TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengecam keras langkah Ketua Umum Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Hary Tanoesoedibjo melaporkan media massa online Tirto.id ke polisi. Pimpinan MNC Group itu menuding Tirto.id telah mencemarkan nama baik Hary Tanoe karena pemberitaan yang menyeret namanya dalam tulisan “Ahok Hanyalah Dalih untuk Makar”.
"Jika Hary Tanoe merasa dirugikan oleh pemberitaan Tirto.id, seharusnya dia menggunakan cara yang diatur Undang-Undang Pers, yakni hak jawab atau mengadukan ke Dewan Pers, bukan justru melapor ke polisi," kata Ketua AJI Jakarta Ahmad Nurhasim, Kamis, 27 April 2017. Hary melaporkan Tirto.id ke Polda Metro Jaya pada Selasa, 25 April lalu, dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Baca: Sidang E-KTP, Olly Dandokambey Dicecar Soal Duit US$ 1,2 Juta
Beberapa waktu lalu, Hary melaporkan Tirto.id ke polisi melalui pengacaranya. Berita yang dimuat Tirto.id itu merupakan tulisan wartawan lepas asal Amerika Serikat, Allan Nairn. Tulisan Allan kemudian diterbitkan Tirto.id pada 19 April, atau bertepatan dengan pelaksanaan pilkada DKI Jakarta. Dalam tulisan itu, Hary disebut sebagai salah satu pendukung utama gerakan makar dan penyandang dana.
Hasim menganggap tindakan Hary melapor ke polisi dapat mengancam kebebasan pers di Indonesia. Menurut AJI, konglomerat yang menguasai banyak media massa itu tak memahami makna kebebasan pers dan undang-undang pers.
Simak: Usulan Hak Angket DPR, KPK: Tetap Fokus pada Penanganan Perkara
Hasim mengatakan Hary merupakan pengusaha yang memiliki dan hidup dari media. Semestinya dia memberikan contoh yang benar dalam menyelesaikan sengketa pemberitaan dengan media. Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 menjelaskan, bila sengketa pemberitaan tidak bisa selesai dengan mekanisme hak jawab, diselesaikan melalui mediasi di Dewan Pers.
AJI Jakarta menilai tindakan Hary yang menempuh jalur pidana dalam menyelesaikan sengketa pemberitaan tersebut justru merusak prinsip-prinsip demokrasi dan menunjukkan dia anti-kebebasan pers. Menurut Hasim, kemerdekaan pers sangat diperlukan di Indonesia. “Langkah Hary mempidanakan Tirto.id benar-benar mengancam kebebasan pers," ujarnya.
Koordinator Divisi Advokasi AJI Jakarta, Erick Tanjung, mendesak Polda Metro Jaya tidak menindaklanjuti laporan tersebut. “Polisi harus segera melimpahkan laporan itu ke Dewan Pers. Biarkan Dewan Pers yang menilai apakah berita tersebut melanggar kode etik jurnalistik atau tidak,” kata Erick.
Dia mengatakan hanya Dewan Pers yang mempunyai wewenang menilai pelanggaran kode etik jurnalistik suatu berita. Erick juga meminta Hary mencabut laporannya ke polisi.
Laporan Hary diterima Polda Metro Jaya dengan LP/2000/IV/2017/PMJ/Dit. Reskrimsus. Pengacaranya melaporkan kasus tersebut dengan Pasal 310 dan 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang pencemaran nama baik juncto Pasal 27 ayat 3 Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Berita Tirto.id ini juga menyeret sejumlah jenderal TNI. Markas Besar Tentara Nasional Indonesia sempat berang dan berniat melaporkan media ini ke kepolisian. Belakangan, sikap TNI melunak dan hanya akan melaporkan Tirto.id ke Dewan Pers.
AJI Jakarta mengingatkan jurnalis untuk selalu bekerja dengan menaati 11 Pasal Kode Etik Jurnalistik. Sejumlah pasal itu, antara lain, Pasal 1 menyatakan jurnalis Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Jurnalis juga diwajibkan menguji informasi dan tidak mencampuradukkan fakta dengan opini.
AVIT HIDAYAT