TEMPO.CO, Jakarta - Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat akhirnya membacakan surat masuk dari Komisi Hukum DPR soal pengguliran hak angket kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Surat tersebut bernomor 032DW/KOM3/MP4/IV/2017 tanggal 20 April 2017.
"Untuk surat tersebut, sesuai Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2014 akan dibahas sesuai mekanisme berlaku," kata Wakil Ketua DPR Fadli Zon selaku pimpinan rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 27 April 2017.
Baca: Hak Angket ke KPK, Fahri Hamzah: Untuk Mengungkap Kebenaran
Hak angket ini sudah ditandatangani 26 anggota Komisi Hukum dari sembilan fraksi di DPR per Selasa, 25 April 2017.
Dalam rapat bersama KPK pekan lalu, Komisi Hukum mendesak pimpinan KPK membuka rekaman Miryam. Pasalnya, Komisi Hukum ingin mengetahui apa benar ada penyebutan enam anggota DPR yang diduga menekan Miryam agar memberikan keterangan palsu saat diperiksa sebagai saksi dalam kasus korupsi proyek e-KTP.
Pimpinan KPK berkukuh menolak permintaan Dewan. Alasannya, Miryam saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan pemberian keterangan palsu itu dan rekamannya menjadi materi penyidikan.
Simak pula: Bursa Pilgub Jawa Timur 2018, Ada 6 Figur Diunggulkan DPD PDIP
Hak angket tersebut menimbulkan pro-kontra di kalangan masyarakat. Publik menilai DPR mencoba mengintervensi penyelesaian kasus korupsi e-KTP yang menyeret banyak anggotanya.
Hak angket ini rencananya tidak sekadar mendesak KPK untuk membuka rekaman. Namun akan melebar ke hal-hal lain.
Anggota Komisi Hukum dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani, berujar, setidaknya ada empat hal yang akan ditanyakan kepada KPK.
Pertama, rekaman Miryam. Kedua, dugaan penyalahgunaan anggaran seperti tertuang dalam laporan Badan Pemeriksa Keuangan. Ketiga, dugaan konflik internal antara pimpinan dan penyidik KPK. Keempat, kerap bocornya dokumen rahasia seputar kasus yang sedang ditangani di KPK.
AHMAD FAIZ