TEMPO.CO, Jakarta - Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Ade Komarudin, dan Markus Nari bersaksi dalam sidang korupsi pengadaan proyek kartu tanda penduduk elektronik hari ini, Kamis, 6 April 2017. Nama dua politisi ini masuk dalam dakwaan Irman dan Sugiharto, yang keduanya merupakan terdakwa korupsi e-KTP.
Saat ditanya hakim, apakah mereka menerima uang dari proyek ini, Ade Komarudian alias Akom mengatakan, "Saya tidak pernah menerima itu, Insya Allah saya ingat-ingat tidak terima itu," kata Akom di hadapan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 6 April 2017.
Baca: Sidang E-KTP, Anas: Daun Jambu Aja Enggak Ada, Apalagi Uang
Akom mengatakan tidak tahu soal adanya bagi-bagi duit di kalangan anggota Dewan. "Saya tidak terkait dengan hal ini sama sekali jadi buat apa terima ini apa kaitan sama saya," kata Akom.
Dalam surat dakwaan Irman dan Sugiharto, Akom disebut menerima uang korupsi e-KTP sebesar US$ 100 ribu. Saat itu, Akom menjabat sebagai Sekretaris Fraksi Golkar. Adapun Markus juga membantah menerima uang. Dalam surat dakwaan, dia disebut menerima duit Rp 4 miliar. "Tidak pernah terima," kata Markus.
Baca: Sidang E-KTP, Anas Siap Bantu KPK Beberkan tentang Fakta dan Fiksi
Keterangan Akom dan Markus disangkal Irman. Menurut Irman, Akom menyampaikan dalam beberapa kali pertemuan bahwa dia membutuhkan bantuan untuk Markus sebesar Rp 4 miliar. "Beberapa kali pertemuan Pak Akom bilang butuh bantuan untuk Markus Rp 4 miliar, prosesnya itu nanti dibicarakan," kata Irman.
Selanjutnya pada akhir 2013 dan awal 2014, Akom memperkenalkannya dengan seseorang yang dia lupa namanya. Orang itu kemudian datang ke kantor Irman dan mengaku ditugaskan oleh Akom untuk meminta dukungan dana pelaksanaan para camat, kepala desa, dan tokoh masyarakat.
Atas permintaan itu, Irman lalu menghubungi Sugiharto dan menugaskan Drajat Wisnu untuk mengantarkan uang ke rumah Akom. "Diterima oleh istri yang menunggu di rumah dinas di Kalibata sehingga bantuan dari Pak Drajat saat itu sudah disampaikan ke istrinya," kata Irman.
Akom mengatakan, tidak terima dengan pernyataan Irman. Akom meminta informasi mengenai orang yang menunggu di rumah dinasnya dan mengaku telah menerima uang dari Irman. "Saya tidak enak dengan masyarakat Indonesia. Saya tidak pernah menyuruh meminta Pak Irman membantu supaya clear," katanya.
Sayangnya, Irman mengaku tidak tahu siapa orang yang ditemui Drajat. Kemudian hakim bertanya lagi kepada Arkom, "Selama ini Anda tidak pernah mendengar kabar ini?." Dijawab oleh Arkom, "Saya terus terang saja tidak pernah menyuruh, tidak pernah meminta ke pak Irman. Karena itu saya ingin juga dibantu nanti oleh pak Irman, supaya saya juga jadi clear gitu."
Untuk uang kepada Markus, Sugiharto mengaku mengantarnya langsung. "Saya sampaikan ke Markus Rp 4 miliar ke restoran di Senayan, saya sampaikan setelah itu," ujar dia. Namun, Markus tetap membantah.
MAYA AYU PUSPITASARI
Catatan:
Artikel ini diperbaiki pada Minggu, 9 April 2017 pukul 17.45 WIB setelah mendapat penjelasan tambahan dari Suryawijaya, staf bidang Media Ade Komarudin.
Suryawijaya melanpirkan transkrip rekaman keterangan terdakwa Irman pada sidang tersebut. Materi sanggahan lainnya sudah ada dalam artikel.
"Dengan pak Ade Komarudin, yang biasa saya panggil pak Akom, seingat saya pak Akom, sekitar akhir 2013 atau awal 2014, orang yang pernah bapak perkenalkan sama saya, yang saya lupa namanya, yang menunggu rumah bapak atau rumah dinas Bapak di Kalibata karena pak Akom kan tidak menunggu di rumah dinas, orang itu datang ke kantor saya, yang mengaku ditugaskan oleh pak Ade Komarudin atau pak Akom, untuk meminta dukungan dana untuk pelaksanaan pertemuan para camat, para kepala desa dan para tokoh masyarakat, dan dia mengaku utusan pak Akom dan minta dukungan, sekitar, seingat saya Rp 1 miliar.
Sayakan sangat percaya, pak Akom memang orangnya baik, dan sudah pernah kenal dengan orang yang menunggu rumah pak Akom yang dipercaya oleh pak Akom yang tinggal di Kalibata. Terus saya panggil pak Sugiharto, membicarakan. Akhirnya, ringkasnya, saya dengan pak Sugiharto menugaskan yang namanya Sudrajat, Drajat Wisnu untuk beberapa hari setelah itu untuk mengantarkan ke orang kepercayaanya pak Akom, yang menunggu rumah pak Akom di rumah Dinas di Kalibata.
Sehingga laporan pak Drajat, yang mengantarkan uang itu, katanya, sudah disampaikan. Kalau nggak salah disampaikan kepada isterinya. Sebelum isterinya menerima uang itu, isterinya sudah menelepon suaminya. Akhirnya diserahkanlah uang itu oleh pak Drajat, Drajat Wisnu, kepada orang kepercayaan pak Akom yang menunggu rumah dinas di Kalibata. Demikian yang bisa kami sampaikan yang mulia".