TEMPO.CO, Jakarta - Tim pengacara Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menemukan dua kelemahan atas putusan jaksa penuntut umum yang menyatakan bekas perkara P21 atau dianggap lengkap.
“Dari tiga belas yang jadi pelapor tidak melihat (kejadian) dan barang bukti video tidak bisa dibuka sebagian,” kata I Wayan Sudirta kepada awak media di Cemara Media Center, Kemang, Jakarta, Rabu, 5 April 2017.
Baca: Ahok Ungkap Muasal Wi-Fi Al-Maidah dan Password Kafir di Sidang
Wayan Sudirta menjelaskan, sesuai dengan KUHAP, pelapor tidak memiliki kekuatan yang sama dengan saksi. Pelapor boleh siapa saja, tapi, menurut Wayan, saksi hanyalah orang yang benar-benar berada di tempat kejadian dan menyaksikannya. Dia juga mengatakan seharusnya pelapor tidak bisa menjadi saksi, tapi pihaknya tidak protes ihwal hal ini. “Ke depan polisi atau jaksa apakah masih mau menggunakan tradisi ini. Sebenarnya tidak boleh,” ujarnya.
Kelemahan lain berkas perkara P21 milik Ahok adalah barang bukti yang sebagian besar tidak dibuka. Wayan mempertanyakan apakah jaksa saat menerima sudah melakukan pemeriksaan barang bukti. Dia kembali mengatakan putusan lengkapnya berkas perkara Ahok dianggap memalukan.
“P21 dikeluarkan di mana tidak ada saksi yang melihat, lalu alat bukti tidak bisa dibuka,” kata Wayan menjelaskan pernyataan terkait dengan putusan P21 yang dianggap ganjil.
Simak pula: Ahok Sebut Habib Rizieq Pembohong, Ini Alasannya
Meskipun demikian, Wayan mengaku pihak pengacara Ahok tidak melakukan protes demi kelancaran proses sidang.
Berdasarkan kelemahan P21 tersebut, Wayan menyimpulkan seharusnya jaksa bisa menuntut bebas Ahok. Kesimpulan Wayan tersebut terbentur kebijakan kejaksaan yang tidak memperbolehkan menuntut bebas terdakwa yang sudah diajukan ke pengadilan. Namun Wayan curiga pernyataan P21 tidak terlepas dari tekanan massa yang melakukan aksi demo besar-besaran.
BENEDICTA ALVINTA