TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, menyampaikan bahwa penyelesaian perkara perusakan Terumbu Karang di Raja Ampat, Papua, tidak sesederhana yang dibayangkan. Ia berkata, Pemerintah Indonesia harus memiliki perhitungan ganti rugi yang matang sebelum mengajukan penggantian.
"Dalam kasus seperti di Raja Ampat, biasanya pemilik kapal akan langsung bayar karena ada backup asuransi. Pertanyaannya, pemerintah mau ganti rugi seberapa besar," ujar Hikmahanto kepada Tempo, Sabtu, 18 Maret 2017.
Baca: Kerusakan Terumbu Karang Raja Ampat Meluas
Sebagaimana diberitakan, zona terumbu karang seluas 1,3 hektar di Raja Ampat rusak akibat diterabas oleh kapal pesiar MV Caledonian Sky. Hal itu memicu pemerintah untuk mengambil langkah hukum. Adapun pemerintah mempertimbangkan tiga langkah hukum yaitu perdata, pidana, dan administrasi.
Jika pemerintah ingin mengajukan ganti rugi yang besar (perdata), kata Hikmahanto, maka pemerintah Indonesia harus bisa menyajikan pertimbingan dan perhitungan yang tepat. Sebagai contoh, pemerintah tidak hanya menghitung harga pembelian dan penanaman per jenis terumbu karang, tetapi juga perawatan selama masa pertumbuhannya yang mencapai puluhan tahun.
Baca: Detik-detik Kapal Caledonian Tabrak Terumbu Karang Raja Ampat
Contoh lain, pemerintah bisa juga mengikutkan faktor potential loss (potensi kerugian) yang dialami penduduk sekitar tempat kejadian perkara. Sebab, menurut Hikmhanto, tidak sedikit resort atau warga yang memanfaatkan lokasi wisata Raja Ampat sebagai mata pencaharian.
"Nah, bagaimana pembayarannya nanti, itu urusan perusahaan kapal dengan asuransi. Kita, menurut saya, hanya perlu mengkhawatirkan seberapa besar ganti ruginya," ujar Hikmahanto.
Ditanyai apakah ada resiko di balik langkah perdata seperti penekanan klaim oleh pihak asuransi, Hikmahanto menganggap resikonya cukup kecil. Selama pengajuan ganti rugi yang diinginkan Indonesia masuk akal, baik oleh pihak perusahaan maupun asuransi, maka menurutnya tidak akan ada masalah.
Secara terpisah, Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup MR Karliansyah menyampaikan bahwa pemerintah akan mempertimbangkan faktor-faktor di luar fisik terumbu karang yang rusak. Hal itu meliputi dampak perusakan terumbu karang ke kegiatan dan usaha warga di sekitar lokasi.
"Sejauh ini belum ada taksiran warga. Terakhir saya telepon, tim di lapangan masih mengecek tempat yang rusak bersama perwakilan dari perusahaan," ujarnya mengakhiri.
ISTMAN MP