TEMPO.CO, Banyumas - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, saat ini sedang marak individu yang merasa paling benar. Fanatisme menurutnya menjadi penyebab hal itu terjadi. "Semua penganut agama meyakini agamanya yang paling benar. Tapi jangan menganggap kita yang paling benar dalam hal beragama,” katanya pada orasi agama dan budaya di Auditorium IAIN Purwokerto, Jumat, 10 Februari 2017.
Lukman menambahkan, Tuhan menciptakan umat berbeda agar saling mengenal. Dia mencontohkan para ulama klasik yang karyanya menjadi rujukan karena bermula dari kerendahan hati mempelajari ilmu dari orang lain.
"Termasuk Indonesia yang berpenduduk mayoritas Islam tapi bukan negara Islam seperti Arab Saudi atau Vatikan yang identik negara Kristen yang homogen,” ujarnya.
Implementasi Islam, kata Lukman, tidak bisa dipisahkan dari budaya masing-masing negara. Dia menyebut Arab Saudi yang mengeluarkan fatwa perempuan dilarang menyetir. Sedangkan di Indonesia hal tersebut diperbolehkan.
"Jadi nilai dan tujuan sama, tapi implementasinya berbeda. Penafsiran perlu membaca konteks. Keberagaman tafsir adalah hal biasa dan tidak perlu kebakaran jenggot," katanya.
Baca juga:
Masyarakat Muslim di Indonesia, menurutnya memiliki karakter yang toleran dan cinta damai. Hal tersebut dipengaruhi faktor masuknya Islam di Indonesia yang dipengaruhi ajaran tasawuf. Ajaran tersebut, kata Lukman, lebih menekankan esensi dan subtansi dalam beragama. Kemudian terimplementasikan pada etika dan perilaku.
"Budaya selama tidak diametral dan tidak bertentangan dengan agama akan selalu dijaga. Tidak harus selalu berkesesuaian tapi tidak bertentangan," katanya.
BETHRIQ KINDY ARRAZY