TEMPO.CO, Jakarta - Hampir dua pekan setelah operasi tangkap tangan terhadap Bupati Klaten Sri Hartini oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, berlalu. Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Klaten Andy Purnomo, yang turut dicari KPK belum juga tampak di kantornya. Andy adalah anak sulung Bupati Klaten Sri Hartini.
Sejumlah rekannya menampik bahwa Andy kabur setelah tim KPK menyita uang Rp 3 miliar dari lemari kamarnya di Rumah Dinas Bupati Klaten pada 1 Januari lalu. “Dia bilang tetap akan patuh kepada hukum,” kata anggota Komisi IV DPRD Klaten, Darto, saat ditemui Tempo pada Selasa, 10 Januari 2017.
Baca: Ajaib, 20 Tahun Klaten Dikuasai Suami-Istri Ini
Setelah operasi tangkap tangan KPK, Darto mengatakan, Andy Purnomo sempat menghubungi seorang rekannya di Komisi IV. Dalam percakapan lewat telepon itu, Darto berujar, Andy meminta maaf karena saat ini belum bisa bekerja bersama rekan-rekannya di komisi yang membidangi masalah pendidikan dan kesehatan itu.
Darto melanjutkan, Andy terbilang sebagai anggota Dewan yang rajin. “Mungkin saat ini dia masih shock karena keluarganya sedang tersandung masalah. Apalagi ini ibunya,” ujar anggota Dewan dari Fraksi Golkar itu.
Ketua DPRD Klaten Agus Riyanto juga tidak bersedia menjelaskan keberadaan Andy. “Soal itu di luar forum ini,” kata Agus yang juga Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang PDI Perjuangan Klaten saat menggelar konferensi pers pada Kamis pekan lalu.
Baca: KPK Tangkap Bupati Klaten Sri Hartini
KPK memeriksa kemungkinan keterlibatan Andy Purnomo dalam kasus jual-beli jabatan yang menjerat ibunya. Sekretaris Daerah Klaten Jaka Sawaldi mengaku tidak tahu soal daftar harga promosi jabatan di Klaten yang dilansir Komisi Aparatur Sipil Negara.
Dalam daftar itu disebutkan harga tiap jabatan bervariasi, dari Rp 5 juta untuk jabatan Kepala Tata Usaha Puskesmas sampai Rp 400 juta untuk pejabat eselon II. “Yang tahu (soal daftar harga itu) ya yang membuat. Kalau saya tidak tahu,” kata Jaka yang juga mengaku tidak pernah ditawari membeli jabatan.
Menurut Koordinator Aliansi Rakyat Anti-Korupsi Klaten, Abdul Muslih, harga jabatan yang dilansir Komisi Aparatur Sipil Negara diduga lebih rendah daripada yang dibayarkan langsung oleh para PNS. Daftar harga yang disita dalam OTT KPK itu baru diduga diserahkan ke Bupati. “Besar kemungkinan para pengepul jabatan memungut lebih besar karena mereka juga mencari untung,” kata Abdul.
Abdul menambahkan, sulit mencari data yang valid berkaitan dengan kasus jual-beli jabatan. Sebab, tidak ada satu pun transaksi dari pihak pemberi dan penerima suap yang dicatat dalam dokumen resmi. “Selama ini yang kami dapat cuma cerita-cerita yang tidak didukung data. Hanya operasi tangkap tangan yang dapat mengungkap praktik jual-beli jabatan,” kata Muslih.
DINDA LEO LISTY