TEMPO.CO, Jakarta - Berita palsu membuat banyak orang kerepotan mengklarifikasi fitnah. Ada yang memanfaatkannya untuk bisnis. Berikut ini kisah para korban hoax, yang ditelusuri oleh Tim Khusus Tempo.
Sebermula foto Nusron Wahid sebagai ilustrasi berita Detik.com itu menyebar di grup percakapan WhatsApp pada awal Desember 2016. Kian menyebar setelah ada yang mengunggahnya ke Facebook dan Twitter, dua aplikasi media sosial paling populer. Isinya seolah-olah pernyataan Nusron sebagai judul berita: "Nusron Wahid: Kalau Peserta Aksi 212 Lebih dari Seribu Orang Ludahi Muka Saya."
Baca: Gerakan Tolak Hoax, Begini Pembuat Hoax Bekerja (1)
“Aksi 212” merujuk pada demonstrasi besar pada 2 Desember 2016 yang menuntut Gubernur Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama ditangkap karena dianggap menodai Islam. Basuki alias Ahok dilaporkan ke polisi karena menyitir Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 51 yang ditafsirkan sebagai penolakan terhadap pemimpin nonmuslim. Ahok, yang Kristen, sedang berkampanye dalam pemilihan Gubernur Jakarta 2017.
Gambar itu pun sampai di telepon Nusron. Koleganya di Partai Golkar memberitahukan soal kehebohan itu. Akun Twitternya juga banjir makian. Awalnya, Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia ini tak menggubrisnya. "Tapi kok lama-lama geregetan juga, ya?" kata Nusron seperti dikutip dari majalah Tempo edisi 2-8 Januari 2017.
Soalnya, makin hari kian banyak koleganya yang bertanya tentang kebenaran pernyataan itu. Merasa tak pernah diwawancarai Detik.com dan tak memberikan pernyataan tersebut, Nusron mengontak redaksinya. Redaksi Detik.com kemudian menulis di web bahwa potongan gambar tersebut bukan berita mereka. "Saya dan Detik menjadi korban," ujar Nusron.
Baca: Begini Pembuat Hoax Bekerja (2), Konflik Suriah pun Digoreng
Dalam dunia digital, berita Detik tentang Nusron itu tergolong berita palsu. Tapi Nusron juga pernah dirisak karena hoax atau berita yang dilebih-lebihkan dan diramu dengan fitnah. Saat Nusron ditunjuk menjadi ketua tim pemenangan Ahok, beredar tulisan yang menuduhnya hanya mendompleng nama besar Presiden Abdurrahman Wahid. Artikel itu mengutip pernyataan adik kandung Gus Dur, Lily Wahid, di situs video YouTube yang menyebutkan Nusron bukan anggota keluarga besar Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama.
Dalam artikel itu, pernyataan Lily diramu dengan keterangan seseorang yang disebut teman kuliah Nusron di Universitas Indonesia. Menurut “kawan” itu, nama Wahid dipakai Nusron saat mulai terjun ke dunia politik setelah 1998 karena nama aslinya Nusron Purnomo--pelesetan dari nama belakang Ahok. Di ujung pesan ada peringatan, "Sebarkan, agar umat Islam tidak tertipu!"
Baca: Pegiat Media Sosial Ajak Masyarakat Perangi Hoax
Nusron mulai terganggu oleh kabar-kabar yang berseliweran itu, terutama setelah beberapa situs, seperti Suaranews, Rofiqmedia, dan Muslimina, memuatnya dalam versi web. Melalui akun Twitternya, Nusron mengunggah akta kelahiran dan ijazahnya yang menerakan nama “Nusron Wahid”. "Kalau ada yang ingin mengubah namaku menjadi Nusron Purnomo, sebaiknya izin dengan orang tuaku dan membuat selamatan dulu," katanya.
Nusron hanya satu dari banyak korban berita palsu dan hoax yang menyebar di grup WhatsAppdan kian masif di media sosial. Tren berita palsu bisa dilacak saat pemilihan presiden 2014. Kala itu, Joko Widodo ditulis tabloid Obor Rakyat sebagai "keturunan Tionghoa, beragama Nasrani, dan orang tuanya penganut komunisme". Dua pengelolanya divonis bersalah oleh pengadilan dengan dakwaan menyebarkan fitnah.
Tim Khusus Tempo
(Selengkapnya baca majalah Tempo edisi 2-8 Januari 2017)