TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan menjelaskan, pihaknya memberikan waktu selama tiga bulan kepada 43 ribu situs media abal-abal untuk berbenah.
"Bila ingin serius terjun di industri media, sebaiknya pengurus mendaftarkan situsnya ke Dewan Pers dan mengikuti kaidah jurnalistik," kata Semuel ketika ditemui di Cikini, Jakarta, Sabtu, 7 Januari 2017.
Baca juga:
Kominfo: Ada 43 Ribu Media 'Abal-abal' di Indonesia
Samuel berujar, peringatan itu sebagai pembelajaran terakhir bagi pengelola media itu. Berikutnya Semuel berharap tidak sekadar pemblokiran yang diberikan, tapi juga proses hukum terhadap media-media yang memuat konten yang melanggar undang-undang.
Menurut dia, bila ada media yang ingin mengurus pembentukan badan hukum dan mendaftarkan diri ke Dewan Pers, Kementerian tidak segan membantu. "Kami dukung itu," ucap Semuel.
Meski begitu, pemerintah tidak melarang siapa pun memiliki situs dan mem-posting apa pun di dalamnya. "Boleh saja enggak jadi jurnalis, ngomong apa aja boleh. Tapi jangan berlindung di balik UU Pers," tutur Semuel.
Anggota Dewan Pers, Imam Wahyudi, mengatakan, pascarevolusi digital, banyak bermunculan situs-situs yang mirip seperti pers. Produknya dinamakan berita dan memiliki struktur kepengurusan.
Imam menjelaskan, bila ingin disebut pers, suatu situs harus mengacu pada Undang-Undang Pers serta kode etik, standar, dan prinsip jurnalistik dalam kerja serta isi tulisannya. "Dalam kaitan media yang diblokir, apakah kontennya sudah sesuai dengan jurnalistik?" ucap Imam.
AHMAD FAIZ