TEMPO.CO, Yogyakarta - Badan Nasional Narkotika memasukkan tembakau jenis gorila sebagai salah satu dari 46 narkoba jenis baru. “Sebab, tembakau gorila mengandung zat AB-CHMINACA. Zat itu berjenis synthetic cannabinoid,” kata Deputi Pencegahan BNN Inspektur Jenderal Ali Johardi Wirogioto dalam The 3rd Indonesian Conference on Tobacco or Health di Yogyakarta, Minggu, 27 November 2016.
Tembakau gorila ini beredar bebas di Indonesia. Ini merupakan daun tembakau biasa yang dikeringkan, kemudian disemprotkan zat kimia cannaboid sintetik. “Efeknya setara ganja, bahkan bisa melebihi hingga 50 kali lebih kuat,” kata Ali. Lantaran efek yang amat kuat ini, pecandu lebih suka narkoba jenis baru ini meski dijual dengan harga mahal.
Menurut Ali, produksi tembakau gorila ini dilakukan oleh industri rumahan. “Jadi, orang enggak perlu jauh-jauh cari ganja karena mereka menemukan cara baru yang dijual bebas.”
Sayangnya, kata Ali, tembakau gorila ini belum bisa dihukum dengan Undang-Undang Narkoba. Menurut dia, dari 46 narkoba jenis baru yang ditemukan BNN itu, baru 18 jenis yang sudah bisa dikerat dengan UU Narkoba. “Dan belum lama ini ditemukan narkoba lewat diapers (pembalut),” ujar Ali.
Ia menjelaskan, regulasi terhadap narkoba jenis baru ini sangat lambat. “Penyelundupan narkoba jenis baru sebagian besar melalui laut dengan garis pantai sekitar 95.181 kilometer.”
Menurut Ali, narkoba jenis baru yang beredar di Tanah Air itu di antaranya phenethylamine derivatives, cathinone derivatives, cannabinoid syntetic (tablet dan herbal samples), plant based substances, piperazine derrivates, tryptamines derivatives, ketamine, dan methoxetamine.
ISTIQOMATUL HAYATI