TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Dewan Pengurus Pusat Partai Demokrat Rachland Nashidik menilai, Presiden Jokowi tak perlu memerintahkan Jaksa Agung untuk memeriksa Susilo Bambang Yudhoyono guna mencari informasi perihal isi laporan Tim Pencari Fakta (TPF) kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia Munir Said Thalib.
Kabar pemeriksaan terhadap Presiden RI ke-6 itu muncul setelah dokumen hasil kerja TPF dinyatakan hilang.
“Ia (Presiden Jokowi) sebenarnya bisa mengontak dan bertanya sendiri kepada Presiden RI ke-6 (SBY) dengan berbagi niat baik dan kepedulian terhadap penuntasan kasus Munir,” kata Rachland dalam keterangan tertulisnya hari ini, Sabtu, 22 Oktober 2016.
Menurut Rachland, Presiden Jokowi telah mengirim pesan keliru yang merugikan nama baik orang lain jika menugaskan Jaksa Agung. Sebab, Jaksa Agung adalah pemegang otoritas hukum pidana. Dia menegaskan, SBY adalah Presiden yang membentuk TPF Munir dan berperan besar dalam mendukung aparat hukum dalam mengejar, mengungkap, dan membawa para tersangka ke pengadilan.
Baca: Diminta Periksa SBY Soal Data Munir, Ini Kata Jaksa Agung
Pada 7 September 2004, Munir tewas lantaran diracun arsenik dalam perjalanan dari Jakarta ke Belanda. Hasil penyidikan menjadikan Pollycarpus, pilot pesawat Garuda, dan anggota Badan Intelijen Negara serta bekas Komandan Kopassus TNI Angkatan Darat Muchdi Purwoprandjono, sebagai pelaku. Namun kini mereka bebas dari hukuman.
Sekarang muncul lagi desakan dari publik agar kasus Munir dituntaskan karena diduga kuat tokoh di balik pembunuhan Munir masih bebas. Komisi Informasi Publik (KIP) memutuskan pemerintah harus membuka data TPF Munir Said Thalib ke publik. Namun, pemerintah hingga saat ini belum membuka data tersebut karena mengklaim data itu tidak mereka pegang dan tak mengetahui di mana keberadaannya. Itu sebabnya pemerintah berupaya mencari informasi terutama di masa pemerintahan Presiden Yudhoyono soal keberadaan dokumen TPF tadi.
Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki mengatakan, Kejaksaan Agung bisa dan boleh memeriksa orang-orang yang menjadi pejabat di masa pemerintahan Presiden Yudhoyono. Menurut dia, itu kewenangan Kejaksaan Agung.
"Presiden sudah memberikan arahan yang jelas kepada Kejaksaan Agung dan jelas pesannya adalah untuk menyelesaikan hal itu secara hukum," ujar Teten saat memberikan keterangan di Kantor Staf Kepresidenan, Jumat, 21 Oktober 2016.
Simak: Dokumen TPF Munir Hilang, Setara Minta SBY Tanggung Jawab
Sebelumnya, Yusril Ihza Mahendra, yang pernah menjabat Menteri Sekretaris Negara di awal pemerintahan Presiden Yudhoyono, membantah informasi bahwa dokumen hasil investigasi TPF hilang di Sekretariat Negara. Menurut Yusril, dokumen itu tidak pernah diserahkan ke Sekretariat Negara.
"Dokumen itu tidak pernah diserahkan ke Sekneg, melainkan diserahkan langsung oleh TPF kepada presiden. TPF tidak pernah menyerahkan dokumen tersebut melalui Sekneg sehingga tidak teregister dalam surat-surat masuk Sekneg," kata Yusril dalam pesan singkat pada Rabu, 12 Oktober 2016.
Rachland menegaskan, nama-nama yang direkomendasikan oleh TPF untuk diperiksa sudah sebagian besar diadili dan dipidana. Dia pun berpendapat, prasangka yang dimunculkan Jokowi kepada SBY akan menimbulkan pertanyaan besar atas komitmen Presiden Jokowi dalam upaya penuntasan kasus Munir.
Dia malah menuding Jokowi sengaja mengangkat isu dokumen TPF yang hilang untuk mengalihkan perhatian publik. Rachland mempertanyakan, apakah Jokowi mendapat desakan yang keras dari publik agar inisiatif SBY menegakkan keadilan bagi Munir diteruskan. “Bila itu benar, sungguh tercela perbuatan Presiden karena ia mempermainkan hukum dan rasa keadilan,” kata dia.
DANANG FIRMANTO