TEMPO.CO, Surabaya - Kejaksaan Tinggi Jawa Timur terus memeriksa saksi-saksi terkait kasus dugaan penyalahgunaan penjualan 33 aset yang dikelola PT Panca Wira Usaha. Salah satu yang akan diperiksa ialah mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan.
Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Maruli Hutagalung mengatakan Dahlan bakal dipanggil untuk ketiga kalinya. "Kalau tidak datang, kami jemput paksa sesuai peraturan," kata Maruli di Hotel JW Marriott Surabaya, Kamis, 6 Oktober 2016.
Kejaksaan, kata dia, mengaku tidak tahu jika Dahlan sempat berada di Indonesia setelah beberapa lama di Amerika. Dahlan muncul saat melaporkan surat pernyataan harta (SPH) ke Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur I di Surabaya pada Jumat, 30 September 2016.
Kala itu Dahlan menyatakan baru tiba dari perjalanannya setelah satu malam sebelumnya masih berada di perbatasan Mongolia. "Oh sudah ada di Indonesia ya? Kami akan panggil yang ketiga, mungkin minggu depan sekitar tanggal 17, 18, atau 19 Oktober," tutur Maruli.
Kejaksaan Jawa Timur telah memanggil Dahlan dua kali. Pemanggilan pertama pada 27 Juli 2016 dan yang kedua pada 18 Agustus 2016. Namun kedua panggilan tersebut tidak diindahkan dengan alasan sedang di luar negeri. "Saat dua kali dipanggil, alasannya dia berada di Amerika Serikat," ujarnya.
Dahlan dipanggil karena menjabat Direktur PT PWU pada 1999-2009. PT PWU ialah gabungan dari beberapa badan usaha milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur. "Kami baru panggil (Dahlan) sebagai saksi. Seharusnya sebagai warga negara yang baik, ya harus hadir," imbuh dia.
Selain itu, Kejaksaan Tinggi telah memanggil beberapa saksi, seperti mantan Ketua DPRD Surabaya dan juga mantan manajer aset PWU Wishnu Wardhana, mantan komisaris PWU Alim Markus, dan angggota DPD RI selaku pembeli aset, Emilia Contessa.
Dahlan, kata Maruli, bakal dimintai keterangan guna mengetahui aset dan bangunan yang dimiliki oleh PWU mulai 2000 hingga 2010. Kejaksaan mencurigai adanya penyalahgunaan uang hasil dari perpindahan aset PT WMU.
Karena dalam kasus tersebut, sejumlah aset milik PWU lepas atau dijual sebelum mendapat persetujuan dari DPRD Jawa Timur. Namun, belum ada perhitungan yang pasti berapa jumlah kerugian negara dalam kasus ini.
ARTIKA RACHMI FARMITA