TEMPO.CO, Kupang - Dua dari tiga tersangka kasus perdagangan orang (human trafficking) diserahkan oleh penyidik Kepolisian Resor Timor Tengah Utara (TTU), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), ke Kejaksaan Negeri Kefa, Kabupaten Timor Tengah Utara, Kamis, 8 September 2016.
Keduanya adalah John Pandie dan Yoseph Manek. Mereka adalah bagian dari calo tenaga kerja yang merekrut Dolfina Abuk, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang meninggal di Malaysia dan dipulangkan dalam keadaan tubuh penuh jahitan. “Semoga segera diproses untuk dibawa ke pengadilan,” kata Kepala Unit II Tindak Pidana Tertentu Polres TTU Brigadir Polisi Kepala Primus Tan.
John Pandie merupakan tenaga lapangan yang merekrut Dolfina Abuk sedangkan Josep Manek sebagai calo. Setelah merekrut Dolfina, mereka kemudian memberangkatkannya ke Malaysia melalui PT Kalifa Aulia Firdaus. Direktur PT Kalifa Aulia Firdaus, Adi Sinlaeloe kini masih mendekam di Sel Kepolisian Daerah NTT.
Penasehat hukum tersangka, Petrus Efi, mengatakan orang yang bertanggungjawab atas kematian Dolfina Abuk adalah Adi Sinlaeloe sebagai direktur PT Kalifa Aulia Firdaus. "Harusnya direkturnya yang dihukum, bukan klien kami," ujarnya.
Primus menjelaskan, proses penyidikan terhadap John Pandie dan Yoseph Manek dilakukan oleh Polda NTT. Polres TTU bertugas melimpahkan berkas perkaranya ke Kejaksaan Negeri Kefa. Kedua tersangka dititipkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kefa sambil menunggu proses persidangan.
John Pandie dan Yoseph Manek dijerat Pasal 2, Pasal 4, dan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Ancaman hukumannya maksimal 15 tahun penjara.
Berdasarkan data yang dihimpun Tempo, Polda NTT telah mengantongi nama sejumlah perusahaan yang diduga terlibat dalam kasus human trafficking. Mereka melakukan aksinya di beberapa daerah di NTT untuk merekrut TKI secara ilegal. Di antaranya PT CSA Medan, PT MSJ Jakarta, PT MT Jakarta, PT MSJ Jakarta, dan PT RAB Medan.
Kepala Bidang Humas Polda NTT Ajun Komisaris Besar Polisi Jules Abraham Abast menjelaskan, PT CSA Medan memiliki perekrut, yang berinisial DIMS, yang juga menjadi kepala cabang perusahaan itu di Kupang. Dia telah mengirim 20 orang korban ke Jakarta dan Medan.
Selain itu, Polda NTT pun sedang mengusut jaringan lainnya yang juga diduga ada kaitannya dengan perusahaan-perusahaan itu. Ada jaringan YLR, WFS/D, ST, YN, NAT/SN, MF dan jaringan YP.
Mereka mengurus seluruh keperluan yang berkaitan dengan pengiriman TKI ilegal. Mulai dari dokumen kependudukan, seperti Kartu Tanda Penduduk, hingga para TKI ilegal itu diberangkatkan melalui Bandara El Tari Kupang.
Sebelumnya, Kepala Kepolisian Resor Kupang Ajun Komisaris Besar Polisi Adjie Indra Wietama mengatakan, berdasarkan pengakuan para calo TKI ilegal, harga jual tenaga kerja asal NTT yang dikirim ke Malaysia mencapai Rp 4,5 juta per orang.
Menurut Adjie, bisnis TKI ilegal juga menggunakan hukum pasar. Pada saat kebutuhannya tinggi, maka harga jualnya akan semakin mahal. "Khusus harga jual TKI untuk dalam negeri hanya berkisar antara Rp3-4 juta per orang," katanya, seraya menjelaskan, jumlah TKI ilegal yang diberangkatkan ke Medan dan Malaysia selama tahun 2015 dan 2016 mencapai 1.667 orang.
YOHANES SEO