TEMPO.CO, Yogyakarta - Tim peneliti Eliminate Dengue Project Yogya dari Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) bersama Yayasan Tahija menambah penyebaran nyamuk pengendali demam berdarah di Kota Yogyakarta. Nyamuk ini disebut Aedes Aegypti ber-Wolbachia.
Virus Demam Berdarah Dengue merupakan persoalan serius bagi Kota Yogyakarta. Data Dinas Kesehatan Yogyakarta menunjukkan pada Januari-Juni 2016 terdapat 623 orang terkena virus DBD. Sedangkan, pada periode Januari-Desember 2015 terdapat 943 orang yang terkena virus DBD.
Peneliti Eliminate Dengue Project Yogya dari Fakultas Kedokteran UGM, Bekti Andari, mengatakan timnya telah menitipkan telur nyamuk Aedes Aegypti ber-Wolbachia kepada penduduk Kelurahan Tegalrejo, Kota Yogyakarta, Rabu, 31 Agustus 2016.
Setiap ember plastik itu berisikan 100 ekor nyamuk berWolbachia, yang terdiri dari telur nyamuk jantan dan betina. “Ada 273 rumah tangga yang bersedia untuk dititipi telur nyamuk pengendali DBD,” kata Bekti, Rabu, 31 Agustus 2016.
Menurut Bekti, di pinggir ember berdiameter 20 sentimeter itu terdapat lubang kecil sebagai jalan bagi nyamuk untuk keluar dari ember. Ember berisi telur nyamuk, air, dan pakan ikan sebagai stimulan telur menjadi nyamuk diletakkan di pekarangan penduduk. Mereka ada yang meletakkan di bawah pohon. Untuk menjadi nyamuk, kata Bekti setidaknya perlu waktu dua pekan.
Selain Kelurahan Tegalrejo, Tim Eliminate Dengue Project juga telah menitipkan telur nyamuk itu kepada penduduk yang tinggal di Kelurahan Wirobrajan. Pada Agustus 2016 hingga pertengahan 2017, tim UGM akan menitipkan 6 ribu telur nyamuk pengendali Demam Berdarah itu.
Sebelumnya, tim juga melakukan hal yang sama di Kabupaten Sleman dan Bantul. Dari hasil pengamatan tim, di Bantul dan Sleman, penyebaran nyamuk ber-Wolbachia itu mampu melindungi penduduk dari DBD.
Wolbachia merupakan bakteri yang hidup sebagai parasit pada hewan artropoda. Ketika nyamuk pengendali ini kawin dengan nyamuk Aedes aegypti maka telur yang dihasilkan tidak lagi membawa virus Demam Berdarah Dengue atau DBD. Nyamuk ber- Wolbachia mampu berkembang biak dan bertahan secara alami. Model pengendalian DBD menggunakan nyamuk jenis ini telah direkomendasikan badan kesehatan dunia atau WHO sejak Maret 2016.
Ketua Dewan Pembina Yayasan Tahija, dr Sjakon Tahija, mengatakan penelitian Wolbachia juga bisa dikembangkan untuk memberikan harapan pada penyakit yang dibawa nyamuk Aedes Aegypti, seperti virus Zika dan Chikungunya di tingkat nasional maupun global. “Kami berkomitmen menyelesaikan peneletian sebagai bagian dari filantropi keluarga,” kata dia.
SHINTA MAHARANI