TEMPO.CO, Jakarta - Aktivis Forest Watch Indonesia Linda Rosalina menyayangkan upaya banding Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional atas putusan Komisi Informasi Pusat yang menyatakan bahwa dokumen hak guna usaha perkebunan kelapa sawit di Kalimantan adalah terbuka.
"Bagaimana publik bisa berpartisipasi kalau tak ada data pijakannya," kata Linda saat ditemui di Restoran Bakoel Koffie, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Jumat 19 Agustus 2016.
Linda menuturkan banyak deforestasi dalam konsesi kelapa sawit dan juga tumpang tindih lahan perusahaan dengan lahan masyarakat. Namun untuk memastikan status lahan diperlukan data dari sejumlah pihak, termasuk dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang. "Kami ke Dinas Perkebunan untuk melakukan kajian spasial juga."
Linda meminta data-data hak guna usaha perkebunan sawit kepada Kementerian Agraria menggunakan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Sengketa informasi itu telah disidangkan di pengadilan Komisi Informasi Publik. Putusan Komisi Informasi menyebutkan bahwa data-data hak guna usaha bersifat terbuka dan dapat diakses publik.
Namun Kementerian Agraria mengajukan banding ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Kementerian Agraria beralasan data-data itu milik pribadi seseorang sehingga tak wajib diketahui publik.
Padahal keterbukaan informasi, menurut Linda, penting karena banyaknya konsesi sawit yang tumpang tindih dengan lahan milik masyarakat. Jika dokumen hak guna usaha dibuka ke publik, Linda yakin masalah-masalah tumpang tindih kepemilikan lahan itu bisa jelas.
DIKO OKTARA