TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin Redaksi Obor Rakyat mengatakan seluruh pembiayaan percetakan, pengemasan, hingga pengiriman menggunakan uang dari kantong pribadinya. Seluruh pembiayaan jika ditotal jumlahnya lebih dari Rp250 juta.
"Semua pakai uang saya pribadi, ditambah dari beberapa pihak. Memangnya saya tidak punya uang segitu (sejumlah tersebut)," kata Setyardi dalam sidang kasus pencemaran nama baik terhadap Jokowi di Pengadilan Jakarta Pusat, Selasa, 17 Mei 2016.
Pembiayaan dalam penerbitan surat kabar Obor Rakyat diungkapkan oleh jaksa penuntut umum yang dipimpim oleh Zulkifli dalam sidang pembacaan dakwaan yang digelar sore tadi. Pada edisi pertama, Obor Rakyat mengeluarkan biaya setidaknya sebesar Rp253.125.000.
Dari uang tersebut, Obor Rakyat mencetak sebanyak 281.250 eksemplar. Tabloid tersebut kemudian dikirim melalui kantor pos ke beberapa Pondok Pesantren antara lain, Pondok Pesantren di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Madura.
Kemudian, kata jaksa, Tabloid Obor Rakyat menggunakan jasa percetakan PT. Mulia Kencana Semesta lewat Manager Factory Kurniaditomo. Perjanjian percetakan pertama kali dilakukan di Hotel Century Jakarta Pusat pada 2014 lalu.
Dalam pertemuan tersebut, diduga kedua terdakwa berencana akan menerbitakan beberapa tulisan di antaranya Capres Boneka, Jokowi Anak Tionghoa, Putra Cina Asal Solo, Ayah Jokowi adalah Oey Hong Liong, dan sebagainya.
Isi tulisan diserahkan Setyardi kepada Kurniaditomo untuk edisi pada 5-11 Mei 2014 dalam bentuk format PDF di keping CD untuk dicetak atau diperbanyak dengan tujuan untuk diedarkan kepada khalayak ramai. "Adapun sarsarannya adalah beberapa Pondok Pesantren," kata Zulkifli.
Ketika membaca tabloid tersebut, Joko Widodo terusik karena sebagian besar isi tulisan tersebut tidak benar serta tanpa didukung dengan data-data yang akurat secara hukum. Selain itu, Obor Rakyat Edisi 01 tanggal 5-11 Mei 2014 yang didirikan Setyardi diduga tidak terdaftar dan tidak memiliki badan hukum serta susunan redaksi sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Joko Widodo mengadukan perbuatan terdakwa secara tertulis ke Penyidik Bareskrim Polri 15 Juni 2014 lalu. Atas perbuatannya, mereka sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 310 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 311 ayat (1) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
LARISSA HUDA